PT Antam Tbk menjual koin dinar dan dirham. Dinar-dirham menjadi perhatian publik belakangan lantaran penggunaan keduanya sebagai alat pembayaran di sebuah pasar di Depok sempat membuat geger publik.
Berawal dari sebuah video yang beredar viral di media sosial, yang memperlihatkan sejumlah barang seperti makanan dipamerkan untuk diperjualbelikan. Dalam video tersebut tampak makanan hingga barang yang dijual dihargai dengan Dirham. Seperti brownies dihargai dengan setengah dirham, 6 buah roti seharga 1 Dirham, hingga Sandal seharga 2 Dirham. Tampak salah satu penjual menunjukkan hasil jual beli berupa koin emas senilai 1Dinar dan koin silver senilai 2 Dirham.
Dikutip dari situslogammulia.com, Antam menjual koin 1/2 dinar dengan berat 2,13 gram dan kemurnian FG 99,99% seharga Rp 1,97 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, koin 1 dinar dengan berat 4,25 gram kemurnian FG 99,99% seharga Rp 3,89 juta, dan koin 2 dinar seberat 8,5 gram seharga Rp 7,71 juta. Lalu, koin 1 dirham dengan berat 2,97 gram dan kemurnian Ag 99,95% dijual dengan harga Rp 94.675.
Bank Indonesia (BI) sendiri telah menegaskan, hanya rupiah yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Lantas, apa tujuan Antam menjual Dinar dan Dirham?
Menjawab hal itu, SVP Corporate Secretary Antam Kunto Hendrapawoko menjelaskan, kedua koin tersebut ditujukan sebagai barang koleksi. Oleh sebab itu, ia menegaskan kedua koin itu tidak ditujukan sebagai alat tukar.
"Koin dinar dan dirham yang diproduksi Antam merupakan salah satu produk Logam Mulia yang ditujukan sebagai collectible item (barang koleksi), sama seperti emas gift series atau emas seri batik. Produksi produk koin dinar dan dirham ini tidak ditujukan sebagai alat tukar," tegas Kunto kepada detikcom, Sabtu (30/1/2021).
Dalam keterangan di situslogammulia.com, koin dinar dan dirham memang tidak disebutkan bisa digunakan sebagai alat transaksi. Antam menyebutkan kedua koin tersebut dapat digunakan untuk pembayaran zakat, alat investasi/simpanan, dan mahar.
Baca juga: Menelusuri Jejak Sejarah Dinar dan Dirham |
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengungkapkan berdasarkan UU Mata Uang pasal 21, rupiah wajib digunakan untuk transaksi. Dengan demikian jika ada transaksi menggunakan denominasi non rupiah melanggar pasal 21 UU mata uang, dengan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
"Kalau ada yang menolak untuk menerima rupiah yang dimaksudkan untuk pembayaran juga dikenakan sanksi pidana yang sama (pasal 33)," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono kepada detikcom, Jumat (29/1/2021).
(eds/eds)