Dugaan kasus korupsi yang menimpa BPJAMSOSTEK dinilai mirip dengan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal ini mengingat kasus tersebut masih terkait dengan adanya penyelewengan investasi yang dapat memunculkan kerugian negara.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi B Sukamdani menilai kasus tersebut berbeda dengan Jiwasraya dan ASABRI. Menurutnya, pengelolaan dana investasi yang dilakukan oleh BPJAMSOSTEK selama ini telah sesuai dengan prosedur. Ditambah, BPJAMSOSTEK telah memiliki aturan soal investasi yang rigid.
"Berbeda sekali (kasus) BPJAMSOSTEK dengan ASABRI atau Jiwasraya yang sekarang sedang jadi sorotan kuasa hukum. Jadi, di BPJAMSOSTEK pengawasannya itu relatif cukup ketat karena perwakilan dari stakeholder, serikat pekerja, pemerintah, dan tokoh masyarakat ada di sana. Nah, itulah mungkin yang membedakan dengan Jiwasraya dan ASABRI, jadi masyarakat dan perwakilannya ikut melakukan pengawasan. Belum lagi juga di supervisi oleh Badan Jaminan Sosial Nasional, jadi harusnya semuanya lebih transparan," ujarnya dalam Konferensi Pers APINDO, yang digelar di Kantor APINDO, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, Hariyadi juga menjelaskan para peserta BPJAMSOSTEK berbeda dengan Jiwasraya. Oleh karena itu, ia meminta agar seluruh pihak tidak menyamakan dugaan kasus ini dengan Jiwasraya.
"Kalau pesertanya BPJAMSOSTEK ini kan pesertanya adalah pekerja kita, ASABRI kan prajurit, dan Jiwasraya adalah masyarakat umum," ungkapnya.
"Karena gara-gara masalah Jiwasraya pengaruhnya besar, turunya kepercayaan dari masyarakat. Ini kan juga nggak bagus karena (memunculkan) anggapan kalau naro uang di lembaga institusi keuangan di Indonesia rawan terhadap fraud dan kecurangan," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengungkapkan penurunan nilai investasi pada BPJAMSOSTEK juga terjadi lantaran turunnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) selama pandemi. Meskipun demikian, ia meyakini angka tersebut akan membaik seiring membaiknya IHSG dan pengelolaan investasi yang baik.
Selain itu, ia juga menyebut dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJAMSOSTEK selama pandemi masih stabil.
"Kalau dari sisi JHT karena naik terus saat pandemi. Saya sih menduga karena tingkat ketakutan semakin naik karena total kelolaannya itu adalah di atas Rp 500 triliun. Kalau saya lihat JHT itu cukup stabil," paparnya.
Terkait kasus ini, Hariyadi mengimbau agar baik BPJAMSOSTEK dan Kejaksaan Agung dapat mengikuti proses hukum secara profesional. Bahkan, ia meminta agar pemeriksa dapat memproses pelapor jika tidak ditemukan bukti kasus korupsi.
"Kalau menurut saya disampaikan saja datanya, fakta-faktanya kalau tidak apa-apa. Jadi, kami mengimbau dibuka saja data-datanya, tapi kami mohon dari pihak pemeriksa juga melakukan pemeriksaan secara profesional. Artinya kalau tidak ada kesalah ya sudah, objektif saja. Kalau misalnya nggak ada apa-apa, untuk yang melapor juga perlu diproses maksudnya apa karena kalau yang bikin laporannya kurang akurat bisa membuat hilangnya kepercayaan dan jadi repot," katanya.
Merespons hal ini, Deputi Direktur Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan pihaknya hingga saat ini masih menjalani proses hukum yang ada. Ia juga mengatakan BPJAMSOSTEK akan terus kooperatif bersama Kejagung.
"Jadi kalau kami prinsipnya masih menjalani proses hukumnya, kita kooperatif dan serahkan apa yang diminta kami ikuti. Biarkan Kejagung bekerja, mereka ambil data ke kami, kita jalani. Tapi kita nggak usah gaduh atau disama-samakan nggak bisa bayar klaim," pungkasnya.
(prf/hns)