2,4 Juta Nasabah Tinggalkan Asuransi Unit Link, Tersisa 4,2 Juta

2,4 Juta Nasabah Tinggalkan Asuransi Unit Link, Tersisa 4,2 Juta

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 21 Apr 2021 19:30 WIB
Asuransi Kendaraan
Foto: shutterstock
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pemegang polis produk asuransi unit link atau asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) berjumlah 4,2 juta per tahun 2020. Angka tersebut turun 2,4 juta jika dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 6,6 juta.

Padahal, dikatakan Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah, total premi produk ini hampir 50% atau setara Rp 100 miliar dari total premi nasional yang mencapai Rp 200 triliun.

"Untuk jumlah tertanggung PAYDI, di 2020 turun drastis, ini ada kaitannya dengan kondisi COVID, banyak yang mungkin tidak melanjutkan produk ini, akhirnya putus di tengah jalan, atau mungkin sudah waktunya jatuh tempo, tambahan nasabah baru tidak baru, sehingga turun drastis menjadi 4,2 jutaan," kata Ahmad dalam media briefing virtual tentang Produk Asuransi Unit Link dan Pengawasannya oleh OJK, Rabu (21/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski terdampak COVID-19, Ahmad menilai total aset asuransi jiwa mencapai Rp 550 triliun pada Februari 2021 atau terjadi sedikit peningkatan dan masih menjadi yang terbesar dibandingkan dengan aset asuransi wajib yang sebesar Rp 146 triliun dan BPJS Kesehatan sebesar Rp 135 triliun.

Sementara dari sisi premi, untuk asuransi jiwa tercatat Rp 34 triliun, asuransi umum Rp 18,5 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun, dan BPJS Kesehatan 22,3 triliun. Ahmad mengatakan OJK akan memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan asuransi yang terbukti melanggar ketentuan. Hal itu menyusul adanya pengaduan konsumen yang diterima OJK terkait industri asuransi.

ADVERTISEMENT

OJK mencatat industri asuransi masih menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen. Rata-rata pengaduan konsumen didominasi ketidaksesuaian penjualan (mis-selling) yang ditawarkan kepada agen asuransi. Pengaduan konsumen banyak tertuju pada produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit link.

"Kalau ada yang terbukti (nakal) kita sanksi tegas perusahaannya, dia ganti uang nasabah, dan pembinaan perusahaan. Kita akan minta asosiasi tindak tegas agen-agen nakal," kata dia.

Ahmad menilai, aduan konsumen mengenai produk asuransi unit link sebetulnya sangat sedikit dibandingkan dengan total pemegang premi yang mencapai 4,2 juta di industri asuransi nasional. Hebohnya soal pengaduan ini, dikatakannya karena efek media sosial.

"Setelah dicek perusahaan asuransi ini cuma-ikut-ikutan saja, bukan pemegang polis, tapi ini tetap menjadi fokus kita. Kalau terbukti salah agen, itu harus ganti karena itu kepanjangan tangan perusahaan. Kita harus berimbang melihat ini, seolah-olah banyak yang terkena dan perusahaan harus menyelesaikan," katanya.

Untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian penjualan produk asuransi unit link, Ahmad mengatakan OJK akan menerbitkan aturan baru yang mengatur atau menjadi rambu-rambu dalam proses investasi unit link dari perusahaan asuransi.

Dia bilang aturan ini diharapkan dapat terbit pada kuartal II-2021 dan dibuat dengan rambu-rambu yang jelas. Adapun aturan yang bakal diterbitkan ini tujuannya agar perusahaan dan nasabah sama-sama mengetahui semua informasi investasi unit link-nya.

"Benar aturannya sudah kami siapkan, kami dari 2 sisi termasuk dari konsumen, kita cari keseimbangannya, nanti kita buat tapi tidak rigid. Nanti kita mau kasih rambu-rambu apa yang boleh dipilih perusahaan atau pastikan lagi konsumen," ungkapnya.

"Sepertinya bisa (kuartal II) saya juga sudah ditanyakan industri, nanti saya komunikasikan ke teman-teman bidang pengaturan," tambahnya.


Hide Ads