Dalam catatan detikcom, pada Januari 2020 silam, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa perusahaan leasing tidak bisa lagi melakukan penarikan obyek jaminan fidusia seperti rumah dan kendaraan secara sepihak. Penarikan hanya bisa dilakukan jika ada pengakuan dari debitur.
Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut perusahaan leasing harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 disebutkan penerima hak fidusia atau kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, perusahaan leasing masih tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat debitur mengakui adanya wanprestasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia untuk dapat melakukan eksekusi sendiri," bunyi putusan tersebut.
Wanprestasi yang dimaksud adalah MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus bersepakat untuk menentukan kondisi wanprestasi.
Sementara itu, menurut penjelasan Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, ada tata cara dalam melakukan penarikan kendaraan di jalan. Tata cara itu wajib diajarkan oleh anak usaha APPI kepada para petugas debt collector.
Yang perlu diperhatikan, saat ini perusahaan leasing harus menggunakan jasa penagihan pihak ketiga dalam bentuk perusahaan, tidak boleh lagi perorangan. Lalu perusahaan penagihan itu harus mengirimkan karyawan debt collector-nya untuk dilatih di anak usaha APPI tersebut.
Nah untuk tata caranya, pertama ada beberapa dokumen yang harus debt collector bawa sebelum melakukan eksekusi seperti sertifikat fidusia. Kemudian debt collector harus membara surat kuasa eksekusi dari perusahaan leasing.
Lalu debt collector tersebut harus bisa menunjukkan bahwa dirinya bersertifikat dan telah ikut pelatihan. Hal itu sudah tertuang dalam POJK 35 Tahun 2018 pasal 65. Terakhir dia juga harus membawa surat somasi.
Nah untuk prosesnya, debt collector wajib memberitahukan debitur tersebut dengan sopan santun tanpa kekerasan. Jika debiturnya nakal, maka debt collector bisa mengajak polisi dan perwakilan perusahaan pembiayaan.
(hal/hns)