Diaspora Indonesia di Amerika Serikat (AS) diduga jadi korban investasi bodong. Sebanyak 500 diaspora Indonesia di AS diduga menjadi korban investasi berskema piramida atau yang lebih dikenal dengan ponzi.
"Yang sudah melapor memang belum banyak, tapi kami perkirakan ada lebih dari 500 orang yang menjadi korban. Kami sudah menyampaikan informasi awal pada penegak hukum di Amerika, dalam hal ini FBI (Biro Penyidik Federal), juga mengkoordinasikan laporan-laporan yang masuk," kata Atase Kepolisian di Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI di Washington DC, Ary Laksmana Widjaja dikutip dari VOA, Rabu (16/6/2021).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, investasi tersebut bermula pada 2019, di mana puluhan orang mulai berinvestasi di dua perusahaan yaitu Global Travel dan Easy Transfer. Kedua perusahaan itu dikelola oleh dua orang kakak beradik diaspora Indonesia yang saat ini dinyatakan sebagai dalang dugaan investasi bodong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua orang kakak beradik diaspora Indonesia itu dilaporkan menghilang sesaat kasus ini muncul di beberapa negara bagian. Meski begitu, beberapa pihak meyakini keduanya masih tinggal di kawasan Elmhurst, AS.
Berdasarkan penelusuran, ternyata sebagian besar investasi dilakukan melalui uang tunai dan tidak menggunakan institusi perbankan atau perjanjian resmi notaris. Selain itu, para investor pun dijanjikan mendapat keuntungan bunga besar-besaran hingga 73%.
Salah seorang korban dugaan investasi bodong yang juga diaspora Indonesia di AS, Gunawan Widjaja menuturkan, bahwa dirinya pertama kali mengetahui investasi tersebut melalui media sosial. Kemudian, dia tergoda dengan keuntungan yang ditawarkan.
"Awalnya saya membaca informasi di media sosial, dari Facebook perkumpulan Hibachi dan Pondok Gaul. Nama yang menawarkan program ini Immanuel Jaya. Saya tergiur karena program itu menawarkan bunga 18% per bulan. Jadi pada 19 Oktober 2019 saya menelpon orang itu, saya masih ingat sekali," kata Gunawan.
Berlanjut ke halaman berikutnya.