PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menurunkan proyeksi pertumbuhan kredit jadi 6-7% pada 2021, dari sebelumnya 9%. Hal itu mempertimbangkan kondisi pandemi COVID-19 yang belum pulih dan diterapkannya pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Direktur Utama BTN, Haru Koesmahargyo berharap proyeksi terbaru itu dapat tercapai. Mengingat di setengah babak 2021 ini penyaluran kredit dan pembiayaan tumbuh 5,59 (year-on-year/yoy), dari Rp 251,83 triliun menjadi Rp 265,9 triliun.
"Awalnya 9% dan melihat COVID-19 belum pulih, kami revisi down menjadi 6-7%, kami sudah di tengah jalan di 5,9%, mudah-mudahan bisa tercapai," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (28/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haru menjelaskan kebijakan PPKM berlevel ini berimbas pada pembatasan aktivitas nasabah BTN yang berpotensi bisa meningkatkan risiko kredit bermasalah perseroan.
"PPKM ini berdampak pada aktivitas nasabah BTN, ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit, tahun ini walau sudah di atas rata-rata industri, masih lebih rendah dari tahun sebelumnya," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya mengaku sudah menyiapkan strategi untuk menjaga kualitas kredit dengan meningkatkan tambahan pencadangan menjadi 120% dari periode yang sama di tahun sebelumnya 107,90%.
Dengan demikian, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dapat ditekan turun menjadi 4,1% sampai posisi Juni 2021 dari 4,71% tahun lalu dan diperkirakan akan mencapai 3,9% akhir tahun ini.
Dengan begitu target mengantongi laba bersih pada 2021 sampai Rp 2 triliun bisa tercapai. Pada 6 bulan pertama tahun ini, BTN telah mencatatkan perolehan laba bersih senilai Rp 920 miliar, naik 19,87% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 768 miliar.
"Intinya bahwa BTN saat ini berusaha meningkatkan laba dan menjaga sustainability keberlanjutan (bisnis) pada saat yang sama. Jadi kalau target laba tumbuh, sejalan dengan pertumbuhan pinjamannya, kurang lebih seperti itu. Kalau bisa Rp 2 triliun ya kami usahakan," kata Haru.
(aid/das)