Permasalahannya tawaran investasi itu bukan hanya datang dari dunia pasar modal, tapi juga dari luar pasar modal. Jenis produknya pun bermacam-macam. Bahayanya produk-produk investasi yang tidak jelas itu menawarkan imbal hasil yang sangat tinggi, diiringi dengan risiko yang tinggi pula. Ada juga yang ternyata bodong.
"Kita juga tidak tahu itu instrumen apa, terutama yang di masyarakat yang tidak melalui pasar modal bisa menawarkan suku bunga yang sangat tinggi. Bahkan aset-aset lain termasuk aset kripto beberapa advisor menawarkan return yang tinggi. Ini masyarakat harus paham dan hati-hati jangan sampai hanya tertarik pendapat yang tinggi," terangnya.
Memang ada sisi baiknya juga, jumlah investor di pasar modal meningkat signifikan. Saat ini investor pasar modal sudah berjumlah 5,6 juta, angka itu naik 44% dari posisi akhir tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun bukan berarti peningkatan jumlah investor itu tidak mengandung risiko. Wimboh mengatakan, seiring dengan peningkatan jumlah investor secara drastis maka muncul risiko volatilitas yang tinggi dan memicu gelombang spekulasi yang tinggi. Semua itu karena ketidakseimbangan antara supply and demand.
"Bahwa kalau supply dan demand di pasar modal tidak balance menimbulkan bubble dan bisa menimbulkan volatilitas harga di pasar modal dan sangat potensi menimbulkan spekulasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," tuturnya.
Jika itu terjadi maka bisa saja pasar modal Indonesia mengalami bubble. Ujungnya banyak investor anyar yang baru masuk di masa pandemi ini menjadi korban.
"Untuk itu kami sangat konsen terhadap itu, harus berupaya pendalaman pasar keuangan dan memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat. Kita melibatkan SRO tujuannya mencegah terjadinya market confuse atau terjadi spekulasi yang berlebihan. Ini berbahaya dan menimbulkan kerugian di masa depan," tutupnya.
(das/eds)