Dana masyarakat semakin banyak yang mengendap di perbankan. Hal ini karena pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat malas untuk berbelanja dan memilih menyimpan uang di rekening.
Padahal lambatnya perputaran dana itu turut mempengaruhi roda perekonomian. Bank juga kesulitan untuk menyalurkan lagi ke dalam bentuk kredit.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan ada bahaya yang mengintai dari bengkaknya dana masyarakat di bank akibat pembatasan ini.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan hal ini terjadi karena memang masyarakat tak bisa menggelontorkan uangnya untuk kegiatan seperti hiburan. Selain itu juga banyak yang takut menghamburkan uangnya.
Apalagi keterbatasan untuk berbelanja akibat pembatasan kegiatan fisik ini juga turut mempengaruhi. "Sehingga masyarakat yang pendapatannya tetap tidak dapat dibelanjakan, sehingga tabungannya pasti meningkat," kata Wimboh.
Dia meyakini dana masyarakat di sistem perbankan juga terus mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan kucuran insentif yang diberikan pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Tahun lalu anggaran PEN mencapai Rp 695 triliun dan tahun ini Rp 744 triliun. Menurut Wimboh kondisi ini pasti menambah jumlah uang beredar di masyarakat dan juga menambah dana masyarakat di perbankan.
"Tidak heran dana di perbankan melimpah, pertumbuhannya year on year pada Juli kemarin 11,28%, sebelum COVID-19 pertumbuhan dana masyarakat itu hanya 6-7%," imbuh dia.
(kil/eds)