Seberapa Efektif Restrukturisasi Kredit Tahan Ngerinya Dampak Pandemi?

Seberapa Efektif Restrukturisasi Kredit Tahan Ngerinya Dampak Pandemi?

Siti Fatimah - detikFinance
Senin, 09 Agu 2021 12:30 WIB
OJK
Foto: OJK
Jakarta -

Program restrukturisasi kredit dan pembiayaan yang diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Maret 2020, sangat membantu menjaga stabilitas sistem keuangan, di tengah pandemi COVID-19 yang memukul sejumlah sektor perekonomian.

"Program restruktusasi kredit sangat membantu, terutama para debitur karena sedang menghadapi masalah cash flow. Kredit NPL relatif bisa dikelola dengan baik, meskipun sebenarnya sangat dibantu oleh program relaksasi pinjaman dari OJK sejak tahun lalu dan diperpanjang hingga Maret 2022. Ini sangat membantu," jelas Umar Juoro, Direktur Center of Information and Develompment Studies (CIDES), Jumat (6/8/2021).

Hingga Maret 2021, nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 999,7 triliun untuk 7,97 juta debitur. Sebanyak Rp 392 triliun dari jumlah ini diajukan oleh 6,17 juta debitur dari pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi pihak paling terdampak pandemi.

"Sektor perbankan Rp 900an triliun yang direstrukturisasi sekarang sudah turun jadi sekitar Rp 700an triliun, kalau dilihat dari sektor riilnya, angka itu sangat luar biasa bagi pergerakan ekonomi. Restruktutisasi ini menggambarkan kesulitan yang dialami," paparnya.

Relaksasi kredit diatur dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang kemudian diubah menjadi POJK Nomor 48/POJK.03/2020.

Umar Juoro mengemukakan pada Agustus ini, OJK akan mengumumkan kelanjutan program relaksasi kredit. Ia memperkirakan program itu akan diperpanjang karena ada penyebaran virus varian baru, sehingga kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat kembali di batasi.

"Kalau untuk perbankan sendiri, Agustus nanti OJK akan mengumumkan akan diperpanjang atau tidak, tetapi kemungkinan akan diperpanjang lagi. Tinggal sekarang perbankannya. Setahu saya, bank-bank buku empat dan tiga sudah menyiapkan provisinya," ujarnya lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengemukakan, saat ini, sistem keuangan, terutama perbankan, dalam kondisi baik. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2021 tetap tinggi yakni sebesar 24,28%, dan NPL 3,35% (bruto) dan 1,10% (neto), masih di bawah 5%. Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,28% (yoy).

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Literasi Keuangan

Indikator lain, yang menunjukkan sistem keuangan stabil, tambahnya, terlihat dari percepatan pertumbuhan digitalisasi yang ikut mendorong kinerja sektor keuangan. Di pasar modal ada penambahan jumlah investor dan nilai investasi karena teknologi digital mempermudah transaksi dan meningkatkan literasi masyarakat terhadap produk keuangan. Jumlah investor ritel di pasar saham dan obligasi juga meningkat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) relatif stabil dan hanya bergejolak di bulan pertama pandemi. Varian delta virus yang belakangan muncul juga tidak mernjadi sentimen negatif bagi pasar saham.

Kondisi ini mendorong investor tetap mempertahankan sahamnya, bahkan jumlah investor domestik meningkat. Selain itu, Indonesia tidak mengalami masalah likuiditas, perusahaan dan masyarakat juga tidak kekurangan likuiditas.

Umar Juoro meyakini begitu kasus pandemi turun, maka kegiatan ekonomi akan langsung tumbuh karena pada dasarnya tidak ada kerusakan alat produksi dan distribusi. Namun, yang terjadi adalah penghentian atau pengurangan aktivitas bisnis, sehingga pemulihan ekonomi sangat tergantung dengan seberapa cepat Indonesia dapat mengatasi pandemi.

Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini yang mencapai 7,07 persen year on year sudah menunjukkan tanda pemulihan ekonomi, meskipun basis angka pembandingnya rendah.

Di sisi lain, dia mengatakan memang masih banyak pelaku usaha mikro yang terpukul dengan pandemi COVID-19, tetapi selama ini belum mengakses kredit perbankan karena masih mengandalkan modal sendiri, sehingga tidak berdampak langsung terhadap kinerja perbankan.

Kondisi ini terlihat dari total rasio kredit Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 35,47 persen. Angka ini masih di bawah rata-rata negara Asean, seperti Singapura sebesar 136 persen dari PDB dan Thailand sebesar 118 persen dari PDB.


Hide Ads