Soal pembiayaan langsung dan rantai pasok, bank dapat menyalurkan pembiayaan ke UMKM sebagaimana definisi PP Nomor 7 Tahun 2021. Kemudian, melalui kelompok/klaster/korporasi UMKM, melalui korporasi non lembaga keuangan, serta kepada perorangan berpenghasilan rendah (PBR).
"Pembiayaan inklusif kepada perorangan berpenghasilan rendah termasuk KPR, rumah sangat sederhana, ini kita consider sebagai pembiayaan inklusif. Karena ini adalah segmen masyarakat bawah yang memang memerlukan akses kepada perkreditan," katanya.
Bank juga menyalurkan pembiayaan melalui lembaga keuangan/badan layanan. Juda Agung bilang, lembaga keuangan ini mencakup financial technology (fintech).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pembiayaan ini melalui BPR atau BPRS, ini seperti yang eksisting. Kemudian bisa melalui lembaga keuangan non bank seperti fintech, perusahaan pembiayaan modal ventura seperti PNM Pegadaian, atau melalui kerjasama pendanaan dengan badan layanan inklusif," ujarnya.
Tak hanya itu, pembiayaan juga melalui surat berharga negara pembiayaan inklusif (SBPI).
"Itu instrumennya bisa SBN yang dikeluarkan pemerintah, MTN, SBK inklusif itu yang kemudian dibeli oleh bank. Itu juga dihitung pembiayaan inklusif oleh bank sepanjang underlying-nya untuk aktivitas ataupun sektor yang sifatnya inklusif," katanya.
"Kedua adalah surat berharga dengan underlying yang juga inklusif seperti EBA, covered bond, terakhir SBPI untuk perdagangan portofolio inklusif. Ini sering kita sebut sertifikat deposito pembiayaan inklusif," tambahnya.
(acd/ara)