Nasib Duit Receh Rp 100 dan 4 Hal yang Perlu Diketahui

Nasib Duit Receh Rp 100 dan 4 Hal yang Perlu Diketahui

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 08 Nov 2021 19:00 WIB
Para pedagang sapi di DIY dan Jateng sering menggunakan uang recehan untuk transaksi sebagai pengikat tanda jadi.
Nasib Duit Receh Rp 100 dan 4 Hal yang Perlu Diketahui
Jakarta -

Uang koin Rp 100 memang kecil nilainya. Hal itu mungkin membuat keberadaannya tak jarang disepelekan. Anda mungkin pernah sesekali melihat uang recehan tersebut tergeletak di jalan berbaur dengan sampah-sampah jalanan.

Lantas apa yang bikin orang malas pegang uang receh Rp 100?

1. Menyimpannya Repot

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nominalnya yang kecil dan berbentuk koin mungkin Rp 100 merepotkan untuk disimpan di dompet maupun di saku celana, sehingga tak jarang diletakkan sembarangan. Setidaknya dibutuhkan 10 koin agar uang recehan tersebut bernilai sama dengan Rp 1.000. Tentu akan memenuhi dompet.

Menurut Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho, alasan di atas bisa saja menjadi penyebab uang koin Rp 100 kurang dihargai.

ADVERTISEMENT

"Mungkin banget (repot menyimpannya), aku sendiri juga ngerasain begitu tiap habis belanja dapat uang receh banyak kan, itu jadi menuh-menuhin dompet, dompetnya tebal isinya recehan Rp 100 perak nggak keren banget kan rasanya," katanya kepada detikcom, Senin (8/11/2021).

2. Jarang Digunakan Bertransaksi

Terlebih rasanya sudah tidak ada lagi barang-barang yang harganya ratusan rupiah sehingga tidak dibutuhkan pecahan Rp 100. Alhasil orang mengabaikan keberadaan uang receh tersebut.

"Ini kan kita apalagi di Jakarta misalnya mau beli sesuatu barang yang harganya Rp 100 itu bisa dibilang sudah nggak ada kan ya," sebutnya.

Menurut Andi seseorang kerap mendapatkan uang receh pecahan Rp 100 saat berbelanja di toko serba ada (convenience store) atau minimarket. Uang tersebut jarang dipakai kembali untuk berbelanja.

3. Masih Alat Pembayaran Sah

Duit pecahan Rp 100 masih menjadi alat pembayaran yang sah. Bagi yang menolaknya dapat dikenakan sanksi. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam aturan tersebut, ada larangan menolak rupiah.

"Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah," bunyi Pasal 23 Ayat 1 seperti dikutip detikcom, Senin (8/11/2021).

Ketentuan tersebut dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.

4. Ada Sanksinya

Ketentuan pidana diatur dalam Bab X. Pada Pasal 33 Ayat 1 dijelaskan setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam (a) setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, (b) penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau (c) transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.

Sanksi juga diberikan bagi mereka yang menolak untuk menerima rupiah dengan tujuan untuk pembayaran.

"Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)," bunyi Pasal 33 Ayat 2.

(toy/fdl)

Hide Ads