Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak hanya melakukan pengawasan terhadap kondisi perusahaan-perusahaan yang merupakan lembaga jasa keuangan. Pengawasan juga dilakukan hingga penawaran produknya berupa iklan dalam rangka tugas perlindungan konsumen.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menjelaskan, pengawasan market conduct dilakukan untuk mengawasi perilaku perusahaan jasa keuangan dengan konsumennya. Mulai dari desain produk, peluncuran produk, pelayanan setelah penjualan hingga produk marketing.
"Misalnya iklannya kita awasi, benar gak nih, janji-janji surga bukan. Terus kontrak-kontraknya kita awasi. Kalau pinjaman yang kecil dan masif seperti di perusahaan pembiayaan kan kecil, kredit motor kan Rp 15-30 juta gak sampai miliaran. Itu kita awasi juga, perjanjian pinjol itu juga kita awasi," tuturnya di Bandung, Minggu (4/12/2021).
Untuk produk marketing, OJK mengawasi mulai dari agen penjual, iklan, perjanjian baku, kerahasian data atau informasi nasabah hingga sistemnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah terkait iklan, Tirta mengingatkan agar nasabah berhati-hati atas janji-janji manis perusahaan jasa keuangan. Sebab ternyata banyak juga akal culas yang dilakukan demi menggaet nasabah.
"Iklan yang tidak bertanggung jawab, misalnya ada hadiahnya, pas beli hadiahnya habis. Ternyata ada tulisan selama persediaan masih ada. Loh tapi kan kita nggak tahu persediaannya dia, bisa aja dia bilang habis. Ini kita awasi," terangnya.
Tak hanya janji manis berupa hadiah, terkadang banyak juga perusahaan keuangan yang melakukan iklan dengan menjamin bahwa bunga yang dia terapkan paling paling rendah. Padahal janji itu bisa menjadi penipuan jika ternyata masih ada lembaga lain yang menerapkan bunga yang lebih rendah.
Belum lagi janji-janji manis lainnya yang ternyata ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Sementara tulisan tentang syarat dan ketentuan berlaku ukurannya kecil dan mudah terlewat oleh konsumen.
"Jadi kalau ada syarat dan ketentuan yang berlaku, itu kita tegur, ini maksudnya apa ini. Atau misalnya bunga yang terendah se-Indonesia, mana mungkin, kalau nanti ada yang lebih rendah Anda sudah melanggar," tegasnya.
Tirta mencatat selama masa pandemi ada lebih dari 1.300 iklan yang dipantau OJK. Menurut data yang dia miliki ternyata banyak pelanggaran dari perusahaan di industri pasar modal.
"Banyak di pasar modal iklan-iklannya imbal hasil fix return. Kalau reksa dana saham nggak boleh janji fix. Misalnya kemarin pandemi IHSG anjlok, terus reksadananya anjlok dia minta maaf, itu nggak boleh," tegasnya.
(das/zlf)