Dyota Mahottama Marsudi adalah sosok anak muda yang kini menjadi Presiden Direktur PT Bank Aladin Syariah Tbk. Menjadi tantangan tersendiri buat dirinya memimpin untuk mengembangkan bank syariah digital pertama di Indonesia.
Dyota yang sebelumnya aktif menjadi pebisnis dan berkecimpung di dunia investasi mengaku tertantang untuk terjun di dunia perbankan syariah. Beban di pundaknya terasa semakin berat ketika dia harus membawa nama belakang ibunya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Mungkin sebagian orang menilai menjadi anak pejabat merupakan sebuah privilege. Tapi menurut Dyota itu justru merupakan beban.
"Jadi kalau ditanya bebannya gede nggak? Ya gedelah. Lihat saja deh waktu saya diangkat, anak Menlu, anak Menlu, anak Menlu. Ya memang benar saya anak Menlu, fakta. Saya anak ibu saya gitu. Tapi kan saya dapat kerjaan ini kan ibu saya enggak ikut campur," tuturnya saat berbincang dengan detikcom.
Dyota menegaskan, dirinya bisa mendapatkan posisi di Bank Aladin Syariah berkat jerih payahnya sendiri, tanpa bantuan orangtuanya. Meski dirinya mengaku tak suka ketika banyak pihak yang membawa-bawa ibunya saat namanya diumumkan sebagai presdir Bank Aladin Syariah, tetap dia terima.
"At least I hope mereka ngelihat pencapaian saya sebagai individu. Tapi ya apakah saya marah, apakah ngambek ya nggak bisa juga. Memang kenyataannya kayak gitu. Headline memang harus apa menjual. Apakah saya suka ya nggak juga," tambahnya.
Menyandang nama 'Marsudi' saat ini diakuinya sebagai beban. Namun beban yang positif. Beban yang bisa memacu dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu.
"Jadi kalau misalnya beban, ya pasti beban. Tapi harus kita lihat ini bebannya bagus atau enggak. Kasarnya ada stres bagus, ada stres jelek ya. Jadi kan ada riset di mana kalau misalnya stres jelek itu mematikan, tapi kalau stresnya bagus kita bisa manage stres kita dan kita melihat bahwa opportunity untuk kita untuk terus bertumbuh. Itu menjadi hal yang sangat baik," terangnya.
Ada satu prinsip yang kini dia pegang teguh setiap kali hendak mengambil keputusan. Jika keputusan yang akan diambil itu tidak membuat dirinya bersalah ketika khalayak tahu, maka keputusan itu akan diambilnya.
"Jadi saya selalu mikir oke ya kita kerjain ini kalau misalnya tiba-tiba ada wartawan tahu terus dia taruh di halaman depan majalah atau taruh di sosial media gede-gedean kita jadi malu enggak? Atau kita merasa bersalah nggak? Kalau misalnya jawabannya iya, jangan deh. Jangan dilakukan. Karena kan sangat gampang orang nggak mau satu hal kalau misalnya nggak ketahuan. Tapi kalau ketahuan orang jadi berubah gitu. 'Oh saya khilaf', you know. Biasalah jawabannya," tuturnya.
"Nah jadi prinsip saya selalu oke kalau misalnya sampai orang tahu kita ngelakuin hal ini, kita malu nggak, kita merasa bersalah enggak? Kalau jawabannya iya, ya jangan dilakuin. tapi kalau jawabannya enggak, ya hajar," tambah Dyota.
Dyota sendiri menjadi presdir Bank Aladin Syariah melalui proses fit and proper test oleh OJK. Dia menilai regulator seperti OJK dan BI cukup mendukung pengembangan bank digital di Indonesia, termasuk syariah.
"Mereka bisa melihat bahwa prestasi saya yang ada di bidang teknologi dan di luar bank banking itu bisa berguna di industrinya mereka," tutupnya.
Tonton juga Video: Anwar Abbas Khawatir Bank Syariah Indonesia Cuma Layani Perusahaan Besar
(das/eds)