Atas polemik yang terjadi, Presiden Jokowi kala itu memanggil Menaker Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan ke Istana Negara. Pemanggilan ini terkait aturan baru pencairan JHT.
"Kita sudah lapor ke presiden dan saya sudah mendapat perintah dari presiden. Intinya jaminan hari tua itu presiden memerintahkan kepada kita untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK," ujar Hanif ketika ditemui usai bertemu Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 3 Juli 2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang sudah terdaftar dan terkena PHK bisa mencairkan JHT dengan jangka waktu satu bulan. Pencairan JHT-nya tidak perlu harus menunggu 10 tahun atau bahkan sampai usia 56 tahun.
"Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP (Peraturan Pemerintah) ini," katanya.
Akhirnya pemerintah menuntaskan janjinya dengan merevisi PP 46/2015 sehingga peserta BPJS Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekerja, tak perlu menunggu usia 56 tahun.
"Alhamdulillah sudah selesai. Dilakukan revisi menjadi PP No. 60 tahun 2015. Ditindaklanjuti oleh Permen No. 19 Tahun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT," kata Hanif Dhakiri saat jumpa pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur pada 20 Agustus 2015.
Kini Permenaker 19/2015 direvisi dengan Permenaker 2/2022, membuat manfaat JHT baru bisa dicairkan penuh apabila peserta mencapai usia 56 tahun. Tentu saja kebijakan itu mengundang polemik.
Apakah Jokowi akan kembali merevisinya seperti yang dilakukan pada 2015?
(toy/ara)