Dijelaskan pada ayat 4, dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 tahun.
"Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun," bunyi ayat 5.
Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat 5 hanya dapat dilakukan untuk 1 kali selama menjadi peserta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja PP 46/2015 menuai pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat yang tergabung sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan. Sebab lazimnya, begitu seseorang berhenti kerja bisa mendapatkan haknya.
Gelombang protes muncul, kala itu sempat muncul petisi online di change.org. Gilang Mahardika menggulirkan petisi untuk membatalkan kebijakan tersebut. Petisi tersebut ditujukan kepada Presiden Jokowi dan Menteri Ketenagakerjaan yang saat itu dijabat oleh Hanif Dhakiri.
Ribuan buruh pun ikut turun ke jalan, melakukan demo menolak berlakunya PP tersebut. Sebab, sebelumnya JHT bisa dicairkan penuh setelah masa kepesertaan mencapai 5 tahun dan masa tunggu 1 bulan.
Atas polemik yang terjadi, Presiden Jokowi kala itu memanggil Menaker Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan ke Istana Negara. Pemanggilan ini terkait aturan baru pencairan JHT.
"Kita sudah lapor ke presiden dan saya sudah mendapat perintah dari presiden. Intinya jaminan hari tua itu presiden memerintahkan kepada kita untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK," ujar Hanif ketika ditemui usai bertemu Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 3 Juli 2015.
Menurutnya, para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang sudah terdaftar dan terkena PHK bisa mencairkan JHT dengan jangka waktu satu bulan. Pencairan JHT-nya tidak perlu harus menunggu 10 tahun atau bahkan sampai usia 56 tahun.
"Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP (Peraturan Pemerintah) ini," kata Hanif.
Akhirnya pemerintah menuntaskan janjinya dengan merevisi PP 46/2015 sehingga peserta BPJS Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekerja, tak perlu menunggu usia 56 tahun.
"Alhamdulillah sudah selesai. Dilakukan revisi menjadi PP No. 60 tahun 2015. Ditindaklanjuti oleh Permen No. 19 Tahun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT," kata Hanif Dhakiri saat jumpa pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur pada 20 Agustus 2015.
(hal/dna)