Lebih lanjut, Bamsoet juga mengatakan Bank Indonesia mencatat transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2021 lalu sudah mencapai Rp 401 triliun. Sementara pada tahun 2022, Bank Indonesia juga memprediksi transaksi e-commerce akan mencapai angka Rp 530 triliun. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mencatat total omzet dalam bisnis finansial technologi per Oktober 2021 tercatat lebih dari Rp 260 triliun.
"OJK juga harus siap menghadapi lonjakan transaksi perdagangan aset kripto yang semakin pesat di Indonesia. Walaupun saat ini kewenangan peraturan perdagangannya berada di Bappebti, bukan berarti OJK tidak bisa berbuat apa-apa untuk memajukan sektor perdagangan aset kripto agar bisa memberikan banyak manfaat ekonomi bagi Indonesia. Baik dari sisi penerimaan pajak negara, maupun perlindungan konsumen dan kepastian hukum para pelaku perdagangannya," jelasnya.
Berdasarkan data Finder.com, Bamsoet juga menyebut Indonesia berada di peringkat ke-4 dunia untuk pengguna kripto terbesar dari 27 negara yang disurvei per Desember 2021. Data tersebut juga menunjukkan sebanyak 22,4% dari 2.502 pengguna internet yang disurvei di Indonesia menggunakan kripto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari data tersebut, Vietnam menempati posisi pertama dengan tingkat kepemilikan kripto sebesar 28,6%. India di peringkat kedua dengan 23,9%, kemudian disusul Australia dengan 22,9%. Menurutnya, bukan hal yang mustahil pula jika pada tahun 2022 ini posisi Indonesia akan melesat ke posisi tiga bahkan dua besar dunia.
"Mengingat menurut Kementerian Perdagangan, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 64,9 triliun pada tahun 2020. Meningkat menjadi Rp 859,4 triliun pada tahun 2021. Pada periode Januari hingga Februari 2022 saja, nilai transaksi aset kripto sudah mencapai Rp 83,3 triliun. Pada tahun 2021, kemampuan pasar aset kripto dalam menghimpun dana tersebut jauh lebih besar dibandingkan kemampuan pasar modal konvensional yang jumlahnya masih berada pada kisaran Rp 363,3 triliun. Hingga Januari 2022, jumlah investor aset kripto tercatat sudah mencapai 11,2 juta orang, jauh lebih besar dari jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya baru mencapai sekitar 7,48 juta investor," pungkas Bamsoet.
(fhs/hns)