Social engineering atau soceng merupakan salah satu modus yang biasa digunakan oleh penipu di sektor perbankan. Masyarakat harus berhati-hati dengan modus tersebut.
Founder Digital Forensic Indonesia Ruby Alamsyah mengungkapkan jika sudah menjadi korban soceng atau begal rekening, uang akan sulit kembali.
Pasalnya, pelaku kejahatan ini biasanya sudah terorganisir dengan baik. Dari tahap pertama pencurian data, sampai eksekusi pengambilan uang ini juga dilakukan dengan sangat rapi.
"Jadi kalau sudah seperti itu akan sulit kembali. Lapor ke polisi hanya bisa blokir rekening tujuan. Karena biasanya mereka cepat sekali, jadi orang belum lapor uangnya sudah dikuras," kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (20/6/2022).
Dia menjelaskan kecuali ketika pelaku sudah ditangkap dengan fakta yang valid dan tuntutan yang jelas sampai vonis yang ditetapkan agar mengembalikan uang korban.
"Tapi untuk hal ini biasanya korban melaporkan ke lembaga terkait untuk pengembalian. Prosesnya mungkin agak panjang. Bukannya kasih pesimis, tapi memang seperti itu. Untuk seperti ini mirip dengan First Travel, pelaku sudah ditangkap, disita tapi mana ada uang umrah nasabah dikembalikan? Jadi memang lebih baik mencegah, itu mau tidak mau jadi solusi," jelasnya.
Oleh karena itu masyarakat diminta untuk tidak percaya dengan informasi atau rayuan dari orang-orang yang tidak dikenal. Selanjutnya harus ditanamkan dalam pikiran jika bank menghubungi nasabah maka akan menggunakan nomor resmi, bukan nomor yang bisa didapatkan di tempat umum. Jadi jika memang ragu, bisa menghubungi dulu customer service bank untuk menanyakan nomor atau informasi tersebut.
Saat ini sudah banyak bank yang menyediakan layanan informasi melalui WhatsApp dan berbagai jaringan media sosial. Selanjutnya, lebih baik diabaikan pesan-pesan yang tidak jelas pengirimnya tersebut. Nomor pengirim bisa langsung blokir dan dihapus.
"Kemudian jangan pernah mengisi informasi pribadi kita di website apapun baik resmi ataupun tidak. Karena website yang benar itu tidak akan pernah meminta nama ibu kandung atau data pribadi yang sensitif seperti foto kartu kredit depan belakang atau informasi lainnya," jelas dia.
(kil/ara)