Bank Harus Genjot Ekosistem Digital Biar Nggak Ditinggal Nasabah

Bank Harus Genjot Ekosistem Digital Biar Nggak Ditinggal Nasabah

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 14 Jul 2022 21:15 WIB
Close up photo of men using phone and laptop in the office
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Jokic
Jakarta -

Industri perbankan menjadi salah satu sektor yang berhasil berbenah dan melakukan transformasi untuk menyesuaikan diri di era digital. Sederet transformasi telah banyak dilakukan sejak sebelum pandemi COVID-19 menyerang.

Mulai dari perubahan layanan fisik ke layanan via Anjungan Tunai Mandiri (ATM), hingga perpindahan ke layanan online personal melalui mobile banking. Era digitalisasi memang mengubah perilaku nasabah di sektor jasa keuangan untuk mencari layanan yang semakin efisien.

Managing Director APAC Thought Machine, Nick Wilde mengatakan setiap perusahaan perbankan memang perlu melakukan modernisasi teknologinya agar terus eksis dalam persaingan layanan keuangan. Melalui digitalisasi, selain kebutuhan nasabah terpenuhi, biaya operasional bagi setiap bank bisa semakin ditekan dan efisien.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirinya juga tidak memungkiri modernisasi perbankan memerlukan investasi yang tidak sedikit. Maka dari itu, setiap bank memerlukan komitmen untuk terus melakukan modernisasi digital pada semua proses bisnisnya. Hal ini perlu dilakukan agar bisnis perbankan bisa bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

"Bank-bank saat ini saya pikir tengah mengalami persaingan ketat dengan berevolusinya platform ekonomi. Kita juga bisa melihat bahwa ketika modernisasi sudah dilakukan biaya operasional (sistem digital) akan jauh lebih rendah daripada legacy," jelas Nick dalam webinar Infobank, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (14/7/2022).

ADVERTISEMENT

Perkembangan digitalisasi yang semakin pesat dapat membuka berbagai peluang dan inovasi bagi Industri jasa keuangan. Chief Sales and Marketing Officer Soluix Finteknologi Indonesia Eryco Putra mengungkapkan terdapat peluang bagi perbankan untuk membuka diri dan menawarkan berbagai inovasi layanan keuangan.

Inovasi dilakukan bank digital dan pihak ketiga lainnya untuk bisa terhubung dengan sistem perbankan secara langsung melalui Application Programming Interface (API). Dengan demikian, bank maupun pihak ketiga bisa membangun penawaran layanan di atas infrastruktur yang telah diatur oleh penyedia layanan.

"Opportunity ke depan akan semakin banyak. Misalnya saja Social Media E-commerce yang membawa peluang tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada bank. Bagaimana bank bisa menawarkan solusi (layanan keuangan) yang mudah kepada influencer, pembuat konten, dan SME," ucap Eryco.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Untuk melakukan hal ini, Eryco menyarankan agar perbankan tidak terpaku pada sistem bisnis turunan yang belum tentu bisa memenuhi kebutuhan. Modernisasi pada teknologi, SDM dan proses bisnis perbankan diperlukan untuk menjalankan inovasi layanan. Meski demikian, dia mengatakan biaya untuk melakukan investasi pada modernisasi tersebut tidaklah murah.

Namun begitu, Eryco mengungkapkan transformasi digital dalam sebuah perbankan adalah sebuah proses bertahap sehingga bisa dilakukan secara berkala dan sedikit demi sedikit tiap tahunnya. Maka dari itu, perbankan perlu melakukan perencanaan pada pengembangan teknologinya.

Dirinya pun menyarankan agar setiap bank dapat membentuk tim pengembangan digital untuk melakukan survei terkait kebutuhan konsumen dan apa saja yang masih perlu ditingkatkan dari sistem saat ini. Dengan demikian, pengembangan secara bertahap dapat terus dilakukan dan tidak membebani keuangan perusahaan secara berkepanjangan.

Butuh Dukungan Regulasi

Perkembangan teknologi telah mengubah tren perilaku konsumen dan pasar di sektor jasa keuangan, sehingga perlu adanya digitalisasi dan model bisnis untuk mengikuti perubahan dan perkembangan.

"OJK memandang bahwa Inovasi Keuangan Digital (IKD) merupakan suatu hal yang positif dan perlu di support agar dapat mendorong lembaga jasa keuangan untuk memberikan layanan lebih cepat, mudah, murah dan bisa diakses oleh masyarakat dimana saja," sebut Senior Executive Analyst of Digital Finance Innovation Group OJK, Mohammad Eka Sukmana.

Namun, selain adanya potensi perkembangan, inovasi keuangan digital juga memiliki risiko, sehingga perlu adanya satu pengaturan. Terkait hal tersebut, OJK membutuhkan dua kebijakan yakni light touch regulation dan safe harbour policy agar tertata dengan baik dan tumbuh berkembang.

"Supaya inovasi keuangan digital ini bisa tetap berkembang, namun juga tetap bisa menerapkan tata kelola yang baik dan adanya perlindungan konsumen. Maka, dikeluarkanlah POJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa yang bersifat principal based, jadi tidak mengatur yang hal-hal bersifat detail," ujar Eka.

Menurutnya, inovasi keuangan digital harus diatur dengan tujuan mengedepankan perlindungan konsumen, memfasilitasi pengembangan infrastuktur digital supaya lebih efektif dan efisien. Kemudian penguatan regulasi dan pengawasan untuk mencegah disrupsi, memastikan standarisasi dan interoperabilitas, serta mendukung inovasi yang bertanggungjawab juga menciptakan ekosistem keuangan digital.


Hide Ads