Harga BBM Naik, Debitur Bisa Tercekik Bayar Cicilan Kredit?

Harga BBM Naik, Debitur Bisa Tercekik Bayar Cicilan Kredit?

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 05 Sep 2022 15:22 WIB
Hand holding Indonesian Rupiah (IDR) Red 100,000 bank notes currency from leather wallet on white background.
Foto: Getty Images/iStockphoto/Anggi Dharma Prasetya
Jakarta -

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) resmi naik per 3 September 2022. Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter, Solar naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter, dan Pertamax naik dari Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter.

Lantas, apakah kenaikan harga BBM mempengaruhi kapasitas debitur dalam membayar cicilan kredit perbankan?

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan terlalu dini untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap kemampuan debitur membayar cicilan kredit perbankan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mungkin masih terlalu cepat untuk langsung melihat angka tadi," kata Mahendra dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2022).

Meski begitu, pihaknya optimis bahwa perekonomian ke depan akan tetap tumbuh di atas 5% di 2022. Dengan begitu dampak kenaikan BBM terhadap sektor jasa keuangan masih bisa terjaga.

ADVERTISEMENT

"Pertumbuhan dan inflasi akan terdampak, namun hal itu relatif masih tetap terjaga pada kondisi yang berkelanjutan dengan pertumbuhan di atas 5%," imbuhnya.

Mahendra berharap dengan kenaikan BBM ini justru dapat memberikan tingkat kepercayaan kepada sektor riil, dalam hal ini para debitur dan industri yang memerlukan pembiayaan kredit dari jasa keuangan akan meningkatkan produksi atau melakukan investasi.

"Kami berharap akan bisa semakin memanfaatkan apa yang tadi digambarkan antara lain di perbankan jumlah likuiditas yang secara relatif maupun absolute masih cukup untuk disalurkan lebih banyak lagi kepada debitur sektor riil baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi," jelasnya.

Kenaikan harga BBM merupakan respons terkait kenaikan harga minyak dunia. Jika tidak direspons dengan sesuai, kata Mahendra, akan mempengaruhi kepercayaan terhadap kondisi ekonomi maupun pengelolaan fiskal yang berkelanjutan.

"Ini adalah kebijakan yang ditunggu untuk menunjukkan sinyal bahwa pemerintah menghadapi dan memitigasi kenaikan harga minyak dunia dengan kebijakan yang tepat. Ini justru diharapkan bisa memberikan tambahan confidence," bebernya.

(aid/dna)

Hide Ads