Perkembangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen
OJK melaksanakan edukasi keuangan secara masif. Baik secara online melalui Learning Management System (LMS) dan media sosial, serta tatap muka dengan melakukan kolaborasi bersama Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan lainnya. OJK juga terus mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional di daerah melalui optimalisasi 458 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang tersebar di 34 provinsi dan 424 kabupaten/kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edukasi dan inklusi keuangan syariah juga akan menjadi program prioritas OJK. Salah satunya melalui peringatan Hari Santri yang telah dilaksanakan secara serentak di lima Pondok Pesantren, dengan melibatkan 5 ribu santri dan dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, OJK juga telah meluncurkan modul keuangan syariah tingkat basic dan intermediate yang dapat diakses melalui LMS Edukasi Keuangan. Dalam rangka mendorong tingkat pemahaman investor, OJK juga turut berpartisipasi dalam kampanye global World Investor Week (WIW) yang diinisiasi oleh The International Organization of Securities Commissions (IOSCO).
Sementara itu, dalam rangka mengukur tingkat efektivitas program literasi dan inklusi keuangan, OJK melaksanakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) keempat pada tahun 2022. Survei ini menunjukkan indeks literasi keuangan meningkat menjadi sebesar 49,68 persen (dari level 38,03 persen di tahun 2019) dan indeks inklusi keuangan naik menjadi sebesar 85,10 persen (dari level 76,19 persen di tahun 2019). Dengan demikian, gap tingkat literasi dan inklusi keuangan menurun dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen di tahun 2022.
Hingga 28 Oktober 2022, OJK telah menerima 261.204 layanan melalui berbagai kanal, termasuk 11.802 pengaduan. Jenis pengaduan masih didominasi oleh restrukturisasi kredit/pembiayaan, perilaku petugas penagihan, dan layanan informasi keuangan.
Dalam kaitan ini, OJK telah menindaklanjuti setiap pengaduan tersebut dengan memanggil Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait untuk memperoleh klarifikasi dan penyelesaian. Sampai dengan 28 Oktober 2022, tingkat penyelesaian pengaduan adalah 88 persen.
Baca juga: Survei OJK: Masyarakat Melek Keuangan 49,68% |
Arah Kebijakan
Meskipun stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, meningkatnya risiko pemburukan ekonomi global perlu diwaspadai dampaknya. Pengetatan kebijakan moneter global yang agresif, tekanan inflasi, serta fenomena 'strong dollar' berpotensi menaikkan cost of fund dan memengaruhi ketersediaan likuiditas yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi dan investasi nasional.
Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar berpotensi meningkatkan risiko pasar yang berpengaruh pada portfolio LJK. Selain itu, risiko kredit juga berpotensi meningkat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Dalam upaya memitigasi downside risks tersebut, OJK mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan. Yakni dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang meliputi:
1. OJK mempertimbangkan untuk melakukan normalisasi beberapa kebijakan relaksasi secara bertahap. Khususnya yang bersifat administratif yang dikeluarkan pada masa pandemi COVID-19, seperti pencabutan relaksasi batas waktu penyampaian pelaporan LJK. Hal ini mencermati perkembangan pandemi dan aktivitas ekonomi di mana LJK dinilai telah dapat beradaptasi dengan kondisi 'new normal'.
2. OJK mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi dalam rangka mengatasi scarring effect yang ditimbulkan akibat pandemi, serta menjaga kinerja fungsi intermediasi. Dalam waktu dekat, OJK menyiapkan respons kebijakan yang bersifat targeted dan sectoral.
Namun demikian, OJK akan terus melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik yang diperkirakan akan masih terus berubah terutama di tahun 2023. Dibutuhkan dukungan kolaborasi kebijakan, baik fiskal dan moneter, untuk mengatasi scarring effect pada sektor tertentu dimaksud agar tidak berlangsung berkepanjangan.
3. Sebagai upaya untuk memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan:
- OJK mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga volatilitas pasar, di antaranya pelarangan transaksi short selling dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar lima persen.
- OJK melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap kinerja industri reksa dana untuk memastikan redemption di industri reksa dana dapat tetap berjalan teratur di tengah gejolak suku bunga pasar dan meningkatnya risiko likuiditas di pasar keuangan.
- OJK mengevaluasi eksposur valuta asing termasuk Pinjaman Komersial Luar Negeri di tengah tren penguatan Dolar AS dan mendorong LJK melakukan langkah-langkah yang dapat memitigasi risiko nilai tukar yang diperkirakan masih akan meningkat.
4. OJK memperkuat ketahanan LJK dengan:
- Meminta LJK untuk meningkatkan ketahanan permodalan serta menyesuaikan pencadangan ke level yang lebih memadai guna bersiap menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit/pembiayaan dan risiko likuiditas.
- Meminta LJK melakukan asesmen secara berkala terhadap kualitas aset kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, juga menyalurkan kredit/pembiayaan secara prudent. Termasuk penyaluran ke sektor komoditas dan sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi tinggi di tengah kenaikan harga energi domestik.
- Mendorong Perusahaan Pembiayaan agar mendiversifikasi sumber pendanaan untuk mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan terakselerasinya laju pertumbuhan kredit.
- Meminta industri perbankan dan industri asuransi untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan serta pemberian pertanggungan asuransi kredit/pembiayaan.
Baca halaman berikutnya soal Dukungan Kebijakan Hilirisasi Industri, Penguatan Infrastruktur Pasar, Perlindungan Konsumen, dan Penyelesaian Masalah..