OJK Dibiayai APBN, Iuran Industri Keuangan Dipungut Menkeu

OJK Dibiayai APBN, Iuran Industri Keuangan Dipungut Menkeu

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 16 Des 2022 14:20 WIB
Ilustrasi Gedung Djuanda I dan Gedung Soemitro Djojohadikusumo
OJK Dibiayai APBN, Iuran Industri Keuangan Dipungut Menkeu/Foto: Grandyos Zafna

Menanggapi hal tersebut praktisi dan pengamat perasuransian, Irvan Rahardjo menjelaskan pungutan yang dilakukan OJK selama ini berasal dari industri keuangan dipungut berdasarkan aset, tidak berdasarkan pendapatan industri keuangan.

"Tentu saja menjadi sangat memberatkan bagi industri terutama di masa pandemi saat pendapatan menurun drastis. Dengan pengawasan yang lemah khususnya di industri keuangan nonbank, lalu banyaknya kasus investasi bodong dan gagal bayar, pungutan OJK dari industri dinilai tidak memberikan affirmasi bagi fungsi perlindungan konsumen," kata dia.

Irvan menjelaskan bukannya menurunkan pungutan, OJK mengeluarkan surat edaran batas bawah dan batas atas tarif premi asuransi sangat tinggi bagi nasabah yang dinikmati pelaku usaha asuransi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Boleh jadi untuk mengkompensasi keluhan pelaku usaha asuransi atas pungutan yang keduanya tetap saja menjadi beban nasabah. Berbeda, misalnya, dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memungut premi dari perbankan, tetapi ada jaminan bagi nasabah simpanannya di bank diganti oleh LPS," jelas dia.

Menurut Irvan, sebaiknya OJK tidak memungut dari perbankan, namun bisa meminta kepada LPS sebagian premi yang disetor oleh industri perbankan. Jika OJK bekerja dengan baik mengawasi bank, maka tak ada bank yang perlu lagi ditalangi oleh LPS.

ADVERTISEMENT

Apalagi perhitungan premi LPS dianggap sudah memberatkan dan tidak adil. Ada juga yang meminta agar pungutan yang melebihi kebutuhan OJK sebaiknya dikembalikan lagi untuk pemberian insentif kepada industri agar pungutan tahun berikutnya dapat diturunkan, karena OJK masih mempunyai dana untuk operasional.

Irvan membeberkan berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2018 BPK, secara keseluruhan, hasil pemeriksaan perencanaan dan penggunaan penerimaan pungutan OJK mengungkapkan empat temuan yang memuat sembilan permasalahan.

"Permasalahan tersebut meliputi tujuh kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), satu ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan satu permasalahan aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E). Terdapat tiga hal yang perlu diperbaiki OJK. Pertama, terkait biaya administrasi seperti sewa gedung harus dievaluasi. Kedua, realokasi pegawai, belanja pegawai yang cukup jumbo bisa diatur kembali. Ketiga, besaran pungutan OJK ke bank sebaiknya diturunkan, sebagai insentif bagi bank yang mau merger dan akuisisi," jelas dia.


(kil/ara)

Hide Ads