Atur BI hingga OJK, Ini Poin-poin Penting di UU PPSK yang Wajib Diketahui

Atur BI hingga OJK, Ini Poin-poin Penting di UU PPSK yang Wajib Diketahui

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 16 Des 2022 20:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) menerima berkas hasil rapat dan pandangan mini fraksi dari Ketua Panja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) Dolfie OFP (kiri) saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Dalam rapat paripurna tersebut RUU PPKS disahkan menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Senyum Sri Mulyani dan Puan Maharani saat UU PPSK Disahkan/Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jakarta -

Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) mengatur sejumlah hal yang disebut bisa memperkuat sektor jasa keuangan. Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperkuat dengan poin-poin dalam UU ini.

Berikut Poin-poin di UU PPSK:

1. Pungutan OJK

Pungutan yang dilakukan oleh OJK dari industri jasa keuangan akan dikelola oleh Kementerian Keuangan. Ketua Panja RUU P2SK Dolfie OFP menjelaskan hal ini karena tugas OJK bertambah yaitu mengawasi serta mengurus koperasi simpan pinjam dan kripto. Dolfie menyebut pungutan OJK juga akan dikelola pemerintah baik melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau BLU.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nantinya, OJK mengajukan anggaran tahunan ke pemerintah melalui Komisi XI DPR RI dan disampaikan ke Menteri Keuangan. Menurut Dolfie dengan tugas yang semakin banyak dan iuran yang terbatas, diharapkan dengan APBN kinerja OJK bisa tetap berjalan bahkan naik.

2. Politisi Tak Bisa Jadi Bos OJK, BI, dan LPS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut jika pemerintah dan DPR telah sepakat terkait larangan anggota atau pengurus partai politik masuk dalam tubuh BI, OJK dan LPS.

ADVERTISEMENT

Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan aturan ini disambut positif karena meneguhkan kembali independensi lembaga kebijakan moneter dan pengawas jasa keuangan.

"Larangan anggota parpol mencalonkan diri berarti BI, OJK, dan LPS harapannya akan lebih profesional dalam menjalankan kebijakan tanpa di intervensi kepentingan politik jangka pendek," ujar Bhima kepada detikcom.

Dia mencontohkan menjelang pemilu akan menjadi momen yang sangat berpengaruh. "Misalnya kemudian BI disuruh cetak uang atau burden sharing dalam rangka pembiayaan bansos, maka BI punya hak menolak usulan tersebut," kata dia.

Menurut dia BI, OJK, LPS harus berpihak pada stabilitas sektor keuangan sesuai tugasnya, terutama pada tahun-tahun di mana kepentingan politik elektoral sedang meningkat.

3. Lembaga Penjamin Polis

Sektor asuransi akan memiliki lembaga penjamin polis (LPP). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diberikan waktu lima tahun untuk persiapan pembentukan.

Dalam melaksanakan program tersebut, LPS berwenang menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis, serta menetapkan dan memungut kontribusi pada saat perusahaan asuransi pertama kali menjadi peserta.

Pengamat Perasuransian, Irvan Rahardjo menjelaskan dalam UU P2SK ini sebenarnya untuk memperkuat sektor jasa keuangan di Indonesia. Namun untuk pendirian LPP tak bisa langsung dilakukan.

Dalam UU disebutkan LPS yang menjadi lembaga pelaksana penjamin polis punya waktu lima tahun untuk persiapan. "Lembaga penjamin polis sudah lama dinanti masyarakat sejak amanat UU 40/2014 perasuransian yang memerintahkan pembentukan lembaga penjamin polis paling lambat 2017," ujar dia.

(kil/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads