Jakarta -
Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya lembaga yang dapat melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 49 Bagian Keempat UU PPSK.
Dalam pasal 49 ayat (5) diatur, penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.
Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mendukung penuh aturan baru itu.
Ia menilai aturan itu dapat memperjelas siapa yang berwenang melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan.
Dengan begitu, penyidikan bisa dilakukan dengan lebih terpadu dan tidak tumpang tindih.
"Kita harapkan (dengan aturan ini), akan menjadi bagian sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system)," kata Anis Byarwati, Senin (2/1/2023).
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Meski penyidikan di sektor jasa keuangan hanya bisa dilakukan OJK, namun OJK juga bisa menggunakan sumber daya dari kepolisian hingga pegawai negeri sipil.
Pada pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa "Penyidik Otoritas Jasa Keuangan terdiri atas: a. pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu; dan c. pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan Penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Kemudian, di ayat (2) juga dijelaskan bahwa "Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diangkat oleh menteri yang membidangi hukum dan hak asasi manusia".
"Artinya, untuk melakukan Penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan,. ada unsur dari Kepolisian, pejabat pegawai negeri sipil tertentu; dan pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)," ujar Anis.
Ia pun berharap OJK bisa terus mengedepankan fungsi koordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengoptimalkan aturan baru ini.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Acara Puncak Hari Antikorupsi Sedunia, beberapa waktu lalu mengatakan, kewenangan untuk melakukan penyidikan itu akan makin menguatkan posisi dan fungsi OJK sebagai pengawas serta regulator industri jasa keuangan nasional.
"Penguatan fungsi penyidikan kepada OJK yang merupakan salah satu hasil UU PPSK akan semakin memberdayakan OJK, dan meningkatkan integritas sektor jasa keuangan," kata dia.
Mahendra menambahkan, dalam menjalankan fungsi tersebut OJK siap untuk meningkatkan koordinasi dengan seluruh instansi dan lembaga yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Mengacu pada UU PPSK, dalam pelaksanaan fungsi penyidikan, OJK tidak bekerja sendiri. Penyidik OJK terdiri dari pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil (PNS) tertentu, dan pegawai tertentu.
Dengan demikian komposisi dari tim penyidik OJK dipastikan memiliki kompetensi dan keahlian khusus di bidang industri jasa keuangan.