Jawaban Anwar Ibrahim ke Eks Kepala BIN soal Satukan Mata Uang RI & Malaysia

ADVERTISEMENT

Jawaban Anwar Ibrahim ke Eks Kepala BIN soal Satukan Mata Uang RI & Malaysia

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 09 Jan 2023 19:57 WIB
Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim mengisi acara CT Corp Leadership Forum, Senin (9/1/2023).
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim/Foto: Chelsea Olivia Daffa
Jakarta -

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (AM) Jenderal TNI (Purn) Abdullah Makhmud Hendropriyono menyoroti perihal China yang semakin memperkuat posisinya lewat Petro Yuan dan semakin melepaskan diri dari pengaruh dolar Amerika Serikat (AS).

Ia pun bertanya kepada Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato Sri Anwar Ibrahim, apakah ia berniat untuk mengikuti jejak negara tersebut lewat penyatuan mata uang Indonesia dan Malaysia, mengingat kedua negara masih sangat bergantung pada dolar AS.

"Petro dolar nampaknya semakin surut, petro yuan semakin mengemuka. Apakah ada konsep dari bapak untuk menyatukan mata uang Malaysia dan Indonesia untuk berjaga-jaga? Karena sampai sekarang kita masih begitu tergantung pada dolar," tanya Hendropriyono kepada Anwar, dalam acara CT Corp LeadershipForum di Gedung Bank Mega, Jakarta Selatan, Senin (09/01/2022).

Menanggapi pertanyaan tersebut Anwar Ibrahim menyatakan setuju dengan pendapat China kalau suatu negara tidak boleh hanya bergantung pada dolar Amerika Serikat (AS), apalagi kondisi ekonomi AS sedang tidak stabil.

Kendati demikian, ia belum punya rencana untuk membuat konsep 'menyatukan' mata uang Indonesia-Malaysia demi memperkuat ekonomi.

"Common currency (mata uang bersama) ini memang jauh sedikit. Kalau EU pada masa itu terlalu panjang ke Euro, tapi saya tidak pikir ke arah itu (membuat common currency. Tapi, yang paling criticalnya apa? Ya kerja sama yang benar-benar erat, a common concerted-effect, satu strategi bersama," jawab Anwar.

Pertanyaan ini muncul dipicu oleh fakta menyangkut kondisi AS yang sudah tidak sebugar dulu, di tengah pergejolakan ekonomi dunia. Akibatnya, negara-negara yang bergantung pada dolar bisa terkena imbas pelemahan.

Di sisi lain, menurutnya tidak serta merta negara bisa terlepas sepenuhnya dari dolar AS karena masih ada resiko besar yang menanti. Karena itulah, salah satu solusi yang menurutnya tepat ialah dengan menerapkan basket of currency, atau menggunakan lebih dari satu mata uang.

"Saya setuju, kita tidak boleh hanya bergantung pada dolar. Dia mesti basket of currency. Ada periode lead 90's yen meningkat. Sekarang yuan meningkat. Jadi kalau kira mau terus melepaskan dolar itupun beresiko juga," ujar Anwar.

"Saya bukan expertise dalam hal ini, itu urusan banker. Tetapi bagi saya kita harus mengambil kira pandangab mereka dan sejauh mana dalam past of currency ini untuk kita gunakan yuan, yen, dolar umpamanya atau dolar. Ini yang disebut past of currency dan tidak totally dependen the dolar," sambungnya.

Menurutnya langkah ini merupakan salah satu strategi yang tepat, apalagi melihat kondisi ekonomi AS yang tidak sebugar dulu, serta kondisi China yang juga tengah menghadapi serangkaian tantangan. Selain itu, menurutnya, sangat penting untuk memperkuat hubungan RI-Malaysia melalui serangkaian kolaborasi. Beberapa di antaranya lewat sektor kelapa sawit dan renewable energy atau energi terbarukan.

"Kita, terutama malaysia sebagai negara kecil, harus pastikan hubungan kita pertama bersama Indonesia atau ASEAN kompak kuat, tetapi hubungan kita dengan barat dan China harus baik. As a trading nation," kata Anwar.

Tidak hanya itu, penting pula untuk memastikan penguatan kerjasama dengan negara-negara tetangga, dalam hal ini ASEAN, terlebih dulu. Anwar juga menjamin, negaranya akan memberikan dukungan penuh kepada RI selama memimpin ASEAN.

"ASEAN ini sekarang agak sedikit muram. Tapi giliran Indonesia mengetuai ASEAN, saya berikan jaminan. Untuk Malaysia, kita berikan seluruh dukungan, supaya kepemimpinan giliran Indonesia tahun ini ASEAN cukup berkesan dan apa yang bisa kita lakukan, kita lakukan bersama," pungkasnya.

(hns/hns)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT