Silicon Valley Bank Bangkrut, Bos BI Pede Nggak Ngaruh ke RI

Silicon Valley Bank Bangkrut, Bos BI Pede Nggak Ngaruh ke RI

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 16 Mar 2023 17:11 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wrjiyo
Foto: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (istimewa/BI)
Jakarta -

Sektor perbankan di Indonesia disebut tetap kuat dari sisi permodalan, risiko kredit, dan likuiditas. Hal ini meskipun adanya masalah pada empat bank di beberapa negara seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, Silvergate Bank dan Credit Suisse.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan jika bangkrutnya bank-bank ini tak akan berdampak langsung di pasar keuangan Indonesia. Bank sentral telah melakukan serangkaian stress test untuk menguji seberapa kuat ketahanan perbankan Indonesia.

Dia menjelaskan saat ini rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan di Indonesia 25,88% per Januari 2023. Kemudian, non performing loan (NPL) 2,59% secara gross dan 0,76% secara neto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini menopang ketahanan perbankan di Indonesia, sehingga diperkirakan kinerjanya tidak terdampak langsung dengan dinamika penutupan 3 bank," kata dia dalam konferensi pers, Kamis (16/3/2023).

Dia mengatakan tiga bank di AS ini memiliki model bisnis yang sangat rentan, misalnya deposit funding atau pendanaan terkonsentrasi pada deposan atau pemilik dana yang besar dan bukan dana murah.

ADVERTISEMENT

Lalu deposan ini juga masih berada dalam klaster yang terkait dengan startup dan teknologi finansial. Kemudian dari sisi dana yang dikumpulkan ditempatkan di surat berharga pemerintah.

"Memang risikonya terlihat rendah, tapi yang jadi isu adalah risiko pada valuasinya," jelas dia.

Ketika suku bunga acuan bank sentral AS naik maka terjadi loss dalam securities valuation. Kondisi ini menyebabkan surat berharga menjadi turun dan valuasinya negatif dan membuat permodalan bank terganggu.

Tak sampai di situ, Perry mencontohkan untuk SVB ini sempat berencana menambah modal dengan melakukan initial public offering (IPO). Lalu saat IPO dilakukan dan modal mulai ditambahkan, terjadi kegagalan. Kondisi ini menciptakan rumor di para pemilik dana.

"Deposan ini terkonsentrasi dengan cepat ingin tarik dananya. Kemudian terjadi bank run. Itu terjadi seminggu lalu dengan cepat," jelas dia.

Kondisi di Indonesia jauh berbeda. Cek halaman berikutnya.

Sedangkan di Indonesia, saat ini kondisinya jauh berbeda. Deposan-deposan besar hanya rata-rata 10-15%, sehingga dana yang ada di bank terdiversifikasi dan ini memperkuat ketahanan di bank. Bank-bank di Indonesia juga tidak memiliki obligasi valas US Treasury.

Dia menyebutkan kini BI terus memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam mitigasi risiko makroekonomi dan domestik. Perry mengatakan perkembangan positif ekonomi global tersebut serta ekspektasi kenaikan upah karena keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan proses penurunan inflasi global berjalan lebih lambat, sehingga mendorong kebijakan moneter ketat negara maju berlangsung lebih lama sepanjang 2023.

"Pengetatan kebijakan moneter dimaksud, ditambah munculnya kasus penutupan tiga bank di AS, meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang dan meningkatkan tekanan nilai tukar di berbagai negara," ujar dia.

BI saat ini terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah guna memitigasi ketidakpastian pasar keuangan global, termasuk dampak rambatan penutupan bank di AS terhadap pasar keuangan domestik dan nilai tukar rupiah.


Hide Ads