Menjaga Resiliensi Industri Perbankan

Kolom

Menjaga Resiliensi Industri Perbankan

Abdul Mongid - detikFinance
Senin, 10 Apr 2023 15:12 WIB
Petugas menyusun uang di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Jumat (17/6/2016). Bank BUMN tersebut menyiapkan lebih dari 16.200 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk melayani kebutuhan uang tunai saat lebaran. BNI memastikan memenuhi seluruh kebutuhan uang tunai yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 62 triliun atau naik 8% dari realisasi tahun sebelumnya. (Foto: Rachman Harryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto

Pertubuhan penyaluran kredit pada bulan Februari 2023 secara bulanan naik 1,02%. Kenaikan ini seolah memutus siklus awal tahunan yang rutin di mana nasabah cenderung melakukan pelunasan sebagian pinjamannya.

Yang menarik adalah dari sisi penggunaan kredit dimana kredit investasi mengalami pertumbuhan tahunan sampai 13,01%. Pertumbuhan kredit investasi tinggi mencerminkan aktifitas ekonomi produktif yang dinamis dan progresif.

Dilihat dari sisi pendanaan, perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami pertumbuhan 8,18% per tahun (YOY). Pada bulan Februari ini, total dana pihak ketiga di perbankan nasional sebesar Rp 7.989 triliun. Memang ada penurunan dibandingkan posisi DPK pada Desember 2022 yang mencapai Rp 8.154 triliun. Ini fenomena tahunan yang selalu berulang di sisi pendanaan bank.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sisi rasio kecukupan modal (CAR), berdasar data per Februari 2023, CAR perbankan sangat tinggi yaitu hampir 26%. Menurut standar Basel Committee yang diakui secara internasional, kecukupan modal minimal adalah 8% yang berarti CAR perbankan nasional jauh di atas standar aman.

Ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi dibandingkan dengan ketersediaan modal jauh melebihi standar internasional. Tingginya rasio CAR mencerminkan kuatnya solvabilitas perbankan saat ini.

ADVERTISEMENT

Kebangkrutan SVB berasal dari mismatch jatuh tempo dana yang berujung pada kekurangan likuiditas. Berbeda dengan yang terjadi di Amerika, dari sisi likuiditas, ada kecenderungan terjadinya kenaikan alat likuid dibandingkan dengan DPK di perbankan.

Saat ini rasio Alat Likuid dibanding DPK (AL/DPK) mencapai 29%. Artinya dari 100% DPK, hampir 30% dikelola atau diwujudkan bank dalam bentuk aset yang likuid. Secara implisit berarti risiko likuiditas perbankan cukup rendah.

Apalagi dilihat dari ketersediaan alat Liquid dengan simpanan non inti (non-core deposit) yang dikenal sebagai rasio AL/NCD mencapai hampir 130%. Dalam skenario terburuk kalau seluruh deposito non inti ini ditarik, alat likuid yang dimiliki bank melebihi kebutuhan.

Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 244%. Ini berarti bank memiliki aset likuid berkualitas tinggi hampir 2,5 kali dari total arus kas keluar bersih (net cash outflow). Artinya kondisi likuiditas aman.

Risiko kredit yang diukur dengan non performing loan (NPL) saat ini cukup terjaga. Berdasarkan data, NPL Gross perbankan nasional saat ini adalah 2,58% yang berarti jauh di bawah ketentuan maksimum 5%.

Kalau memperhitungkan dengan pencadangan yang telah dibuat, NPL Net lebih kecil yaitu 0,75%. Rasio Loan at Risk (LAR) saat ini sebesar 14% dan kalau dibandingkan Februari 2022 angkanya menurun. Artinya perbankan nasional secara umum memiliki risiko kredit yang dalam batas yang bisa diterima.

Perkembangan lain yang perlu diperhatikan adalah kredit yang direstrukturisasi sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Saat ini jumlah kredit yang dalam kondisi restrukturisasi sebesar Rp 427,7 triliun (Januari 2023: Rp 435,75 triliun) dengan jumlah debitur yang terus turun menjadi 1,93 juta (Januari 2023: 2,02 juta nasabah).

Lanjut ke halaman berikutnya



Simak Video "Video: Momen Teume Nobar TREASURE di Area Outdoor Allo Bank Festival 2025"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads