Syahril menyebut pihaknya kini berkolaborasi dengan pihak terkait soal politik uang. Salah satunya membentuk Tim Kerja Analisis Kolaboratif (Collaborative Analysis Team/CAT) pada 19 Januari 2023. CAT adalah kolaborasi pertukaran informasi antara PPATK, pihak pelapor, aparat penegak hukum, pihak swasta, dan lainnya.
Dalam kesempatan itu, PPATK juga membeberkan sumber dana yang tidak boleh digunakan untuk kampanye pemilihan umum (pemilu). Beberapa yang disorot antara lain dana pihak asing, APBN, hingga BUMN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syahril Ramadhan menjelaskan, hal ini diatur dalam Pasal 339 pada Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) peserta pemilu.
"Yang dilarang adalah dana dari pihak asing, kemudian juga berasal dari tindak pidana atau digunakan yang sudah ada keputusan pengadilan untuk menyembunyikan atau pencucian uang. Kemudian dari anggaran APBN, APBD, BUMN atau BUMD," katanya.
Jika mendapat laporan itu, Syahril menyebut PPATK akan langsung menganalisisnya. Jika terbukti ada ancaman pidana selama tiga tahun.
Sementara itu, Direktur Analisis dan Pemeriksaan 1 PPATK Beren Rukur Ginting menyinggung aturan soal batasan uang yang bisa disumbangkan. Menurutnya presiden bisa menerima sumbangan hingga Rp 25 miliar.
"Batasannya kalau misalnya bupati wali kota Rp 75 juta per orangnya. Kemudian presiden itu Rp 25 miliar per orang," ungkapnya.
Aturan soal sumbangan ke calon presiden diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 326 dan 327 UU Pemilu. Dalam beleid itu disebutkan dua sumber kategori sumbangan, yaitu berasal dari Badan Hukum Usaha dan Perseorangan.
Sumbangan yang berasal dari badan hukum usaha maksimal Rp 25 miliar, sementara perseorangan dibatasi maksimal Rp 2,5 miliar. Adapun dana pemilu, kata Beren, berasal dari dana pribadi pasangan calon, kemudian partai politik pengusung, koalisi partai dan pihak ketiga.
(ara/ara)