Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengeluarkan ketentuan baru terkait dengan bagaimana mendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia agar makin cepat. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.12/POJK/2023 mengatur dan memandu bagaimana pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) dari perbankan induk (bank Konvensional) dilakukan agar menjadi entitas baru tersendiri dan terpisah.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong agar perbankan syariah dapat berkembang lebih pesat melalui penguatan modal agar memiliki daya tahan dari guncangan ekonomi. Peraturan yang dikenal di publik sebagai POJK UUS diperlukan sebagai katalisator dan sarana untuk memperkuat kelembagaan dan peningkatan kinerja UUS.
Tujuan ini seiring dengan masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) di mana dinyatakan keuangan syariah Indonesia harus terus meningkatkan daya saing dengan mempromosikan persaingan yang sehat antara institusi keuangan konvensional dan syariah dengan berfokus pada inovasi produk, kualitas pelayanan, dan efisiensi melalui skala ekonomi dan lapangan bersaing yang sama (level playing field).
Bahkan jika perlu keuangan syariah diberikan perlakuan yang lebih favourable karena merupakan sektor afirmasi.
Ternyata semangat POJK UUS untuk mendorong penguatan perbankan syariah ini juga merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Keterkaitan POJK UUS khususnya dalam hal penguatan permodalan dan efisiensi UUS, penguatan kepengurusan UUS, dan penyempurnaan ketentuan terkait persyaratan dan proses pemisahan UUS yang diselaraskan dengan strategi konsolidasi perbankan.
Permodalan
Ketentuan terkait dengan permodalan bagi UUS sangat menarik untuk dikaji. Berdasar ketentuan ini maka bank umum yang akan membuka Unit Usaha Syariah baru diharuskan untuk menyediakan dana usaha atau modal sebesar minimal satu triliun rupiah.
Sementara untuk UUS yang sudah beroperasi maka dana usaha atau modal harus mencapai Rp 500 miliar pada akhir 2023. Selanjutnya berdasarkan POJK UUS, pada akhir 2024 harus mencapai satu triliun rupiah.
Untuk memberi kesempatan agar waktunya relatif banyak, POJK UUS juga menyatakan untuk bank BPD, timeline diperpanjang satu tahun lebih lama sehingga pencapaian modal Rp. 500 miliar baru dilakukan pada 2024. Sementara UUS milik BPD harus memiliki dana usaha paling sedikit menjadi satu triliun rupiah pada 2025.
Ini untuk mengakomodasi proses penambahan modal melalui mekanisme anggaran (APBD) yang umumnya rumit. Yang menarik dari peraturan baru ini adalah untuk mengakomodasi upaya bank milik Pemerintah Daerah untuk membentuk UUS baru, OJK dapat memberi kelonggaran jumlah dana usaha atau modal jika alasan-alasan yang rasional dapat disampaikan ke OJK.
Mengacu pada POJK No.12/03/2021, bank dikelompokkan berdasarkan modal inti yang dimiliki. Berdasarkan POJK ini, klasifikasi bank menjadi empat Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) di mana KBMI 1 adalah bank yang sampai Rp 6 triliun.
KBMI 2 adalah bank dengan modal inti Rp 6 sampai dengan Rp 14 triliun. KBMI 3 adalah kelompok bank dengan modal inti Rp 14 triliun sampai Rp 70 triliun. Yang terbesar adalah KBMI 4 yaitu kelompok bank dengan modal inti di atas Rp 70 triliun.
Praktis kalau dilihat dari angka ini hanya Bank Syariah Indonesia (BSI) yang masuk ke kategori KBMI 3 karena memiliki modal di atas Rp 20 triliun. Tidak ada satupun bank syariah masuk KBMI 4.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "UUS Maybank Indonesia Dorong Keuangan Syariah Berkelanjutan"
(ang/ang)