Desentralisasi Fiskal Jadi Upaya Pemerataan Ekonomi-Kesejahteraan RI

Desentralisasi Fiskal Jadi Upaya Pemerataan Ekonomi-Kesejahteraan RI

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Senin, 02 Okt 2023 17:23 WIB
Ilustrasi Pembangunan Desa
Foto: Istimewa
Jakarta -

Sistem desentralisasi yang memberi kewenangan lebih pada pemerintah daerah diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Tak terkecuali pada bidang fiskal yang diharapkan dapat mendorong pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok negeri.

Filosofi mengenai desentralisasi ini selaras dengan Pasal 18 dari Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan 'NKRI dibagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan'.

Kebijakan desentralisasi ini diperkuat dalam Pasal 18A UUD 1945 Ayat 1 berbunyi 'Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pasal yang sama ayat 2, dinyatakan 'Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang'.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman menegaskan kebijakan Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal ini menjadi alat untuk mencapai tujuan bernegara. Salah satunya pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI.

ADVERTISEMENT

"Mengenai pengentasan angka kemiskinan ekstrem tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan program-program pemerintah pusat. Perlu adanya dukungan program dari pihak yang paling kecil, yaitu pemerintah desa. Karena itu, harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah menjadi hal sangat penting," jelas Luky dalam keterangan tertulis, Senin (2/10/2023).

Kebijakan TKD dan Manfaatnya

Untuk mencapai pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok Indonesia, jelas Luky, pemerintah memberlakukan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

TKD adalah suatu kesatuan pendanaan yang dialokasikan dari penerimaan negara. Kebijakan ini bertujuan mengurangi ketimpangan fiskal pusat dan daerah, serta ketimpangan fiskal dan pelayanan publik antar daerah.

Adapun kebijakan TKD TA 2024 meliputi (1) meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah; (2) meningkatkan kualitas pengelolaan TKD; (3) memperkuat penggunaan earmarking TKD pada sektor prioritas; (4) meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penggunaan TKD mendukung pencapaian program nasional; (5) menerbitkan pedoman/juknis dan regulasi yang sederhana, terintegrasi dan tersinkronisasi sebelum tahun anggaran dimulai; (6) meningkatkan harmonisasi kebijakan dan pengalokasian TKD untuk mengatasi stunting, kemiskinan, inflasi, dan investasi; dan (7) mendorong pemda agar menggunakan TKD untuk kegiatan yang produktif dengan multiplier effect yang tinggi.

Peningkatan TKD pada TA 2024 juga digunakan untuk menampung sejumlah kebijakan prioritas, antara lain: Dukungan terhadap penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Daerah serta kenaikan gaji pokok Aparatur Sipil Negara (ASN) Daerah; Peningkatan pelayanan publik di daerah; Dukungan operasional bagi sekolah, PAUD dan pendidikan kesetaraan; serta Dukungan penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting di daerah.

Rincian TKD dalam APBN

Adapun alokasi TKD dalam APBN terus mengalami kenaikan dan peningkatan dalam satu dekade ini. Tahun 2014 alokasi TKD mencapai Rp 573,7 triliun. Tahun 2015 naik menjadi Rp 623,1 triliun. Tahun 2016 sebesar Rp 710,3 triliun. Tahun 2017 menjadi Rp 742 triliun.

Sementara itu, pada 2018 bertambah menjadi Rp 757,8 triliun. Pada 2019 meningkat sebesar Rp 813 triliun. Tahun 2020 senilai Rp 762,5 triliun. Tahun 2021 sebesar Rp 785,7 triliun. Tahun 2022 di angka Rp 816,2 triliun. Pada 2023 menjadi Rp 814,7 triliun dan pada APBN 2024 ditetapkan sebesar Rp 857,6 triliun.

Klik halaman selanjutnya >>>

Dalam Undang-Undang APBN 2024 alokasi TKD sebesar Rp8 57,6 triliun tersebut dibagi dalam postur sebagai berikut:

  • Dana Bagi Hasil sebesar Rp 143,10 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu sebesar Rp 136,3 trilun.
  • Dana Alokasi Umum sebanyak Rp 427,7 triliun, yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 396 triliun.
  • Dana Alokasi Khusus sebesar Rp 188,1 triliun (terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp 53,8 triliun, DAK Non Fisik sebesar Rp 133,8 triliun, dan Hibah ke Daerah sebesar Rp 0,5 triliun), meningkat daripada tahun lalu sebesar Rp 185,8 triliun.
  • Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp 18,3 triliun, lebih besar dari tahun sebelumnya senilai Rp 17,2 triliun.
  • Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 1,4 triliun atau sama dibandingkan tahun 2023.
  • Dana Desa sebesar Rp 71 triliun, naik daripada tahun lalu Rp70 triliun.
  • Insentif Fiskal sebesar Rp 8 triliun atau sama dibandingkan tahun sebelumnya.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menilai penambahan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) ini bertujuan mengurangi vertical imbalance. Yakni dengan memberikan DBH kepada daerah penghasil, pengolah, daerah lain yang berbatasan langsung, dan daerah dalam satu provinsi.

Sedangkan Dana Alokasi Umum, diarahkan untuk meningkatkan pemerataan layanan publik dan kemampuan keuangan antar daerah. Dana ini meliputi kebijakan kenaikan belanja gaji dan tunjangan melekat ASN Daerah sebesar 8% dan dukungan penggajian PPPK yang telah diangkat oleh Pemda.

Luky menambahkan Dana Alokasi Khusus bertujuan meningkatkan layanan prioritas. Baik layanan fisik dan nonfisik, termasuk infrastruktur dan operasional layanan publik di daerah Penambahan DAK Fisik bersumber dari pergeseran hibah ke daerah.

Sementara itu, penambahan DAK Nonfisik karena adanya perubahan target output alokasi Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Khusus Guru (TKG) pada ASN di daerah dengan memperhitungkan kenaikan gaji.

Pemerintah pusat juga disebutnya telah menyiapkan mekanisme penghargaan bagi pemerintah daerah dalam bentuk Insentif Fiskal. Hal ini dilakukan guna memastikan implementasi program-program pemerataan pembangunan.

"Dengan mekanisme penghargaan tersebut, pemerintah daerah termotivasi untuk meningkatkan kualitas belanja daerah bukan hanya melalui belanja pegawai, namun juga pembuatan program kerja yang dapat dirasakan langsung hasilnya oleh masyarakat daerah," pungkasnya.



Simak Video "Video: PKS Usul Dana Parpol dari APBN Jadi Rp 10 Ribu Per Suara"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads