Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, program bersih-bersih di BUMN, termasuk pengelolaan dana pensiun (dapen) bukan soal memenjarakan orang. Ia menilai yang terpenting adalah memperbaiki sistem untuk hasil yang lebih baik ke depannya.
"Program BUMN ini konteksnya bukan memenjarakan oknumnya yang harus ditindak keras, tapi yang terpenting adalah perbaikan sistem dan hasil ke depan, di mana kami sepakati BUMN ini adalah salah satu benteng ekonomi nasional," kata Erick dalam Konferensi Pers bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2023).
Ia mencontohkan upaya penyelamatan yang dilakukannya pada Garuda Indonesia. Upaya yang telah dilakukan, kata dia, kini mulai terlihat hasilnya. Ia menyebut laba maskapai penerbangan nasional itu menyentuh Rp 4,7 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melaporkan tadi kepada Pak Jaksa Agung dan jajarannya, dan Kepala BPKP, bahwa Alhamdulillah seperti kasus Garuda yang dulunya tutup, ini kasarnya tutup, tetapi kita di bawah payung penyelamatan dan perbaikan, dan hasilnya hari ini ada. Bahwa laba Garuda sebelum pajak, sebelum amortisasi itu sudah di Rp 4,7 triliun," ungkapnya.
Menurut Erick hal ini menjadi bukti bahwa penegakan hukum telah dilaksanakan. Di sisi lain BUMN juga menjadi lebih baik.
"Artinya ini salah satu model bahwa penegakan hukum terjadi, oknum juga dipenjarakan karena mereka sangat menyakiti banyak pihak. Tetapi perusahaan BUMN-nya bisa menjadi baik," terang Erick.
"Jadi bukan hanya slogan bersih-bersih akhirnya tidak bersih lagi, nah ini yang kita dorong. Saya selalu melaporkan hal-hal lain, tidak hanya Garuda tapi banyak hal-hal di BUMN juga alhamdulillah," imbuhnya.
Erick meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan Audit Dengan Tujuan Tertentu terhadap dapen BUMN. Pada tahap awal ada empat dapen yang diaudit, yaitu Inhutani, PTPN, Angkasa Pura I, dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food. Ditemukan ada kerugian mencapai Rp 300 miliar.
"Dan jelas dari hasil audit dengan tujuan tertentu itu ada kerugian negara Rp 300 miliar, dan ini belum menyeluruh dibuka oleh pihak BPKP dan Kejaksaan. Artinya angka ini bisa lebih besar lagi," tuturnya.
(ily/ara)