Prestasi Sektor Keuangan: Stabil di Tengah Kekacauan Global

Kolom

Prestasi Sektor Keuangan: Stabil di Tengah Kekacauan Global

Abdul Mongid - detikFinance
Kamis, 19 Okt 2023 16:21 WIB
Ilustrasi Bank atau Perbankan
Foto: Infografis detikcom/Mindra Purnomo

Ketika terjadi konflik antara Rusia dan Ukraina, negara-negara Barat melakukan tindakan secara bersama-sama sebagai satu persekutuan untuk melakukan sanksi ekonomi secara besar-besaran terhadap Rusia. Berdasarkan data dari Atlantic Council of Economic tahun 2023 saja, ternyata sudah ada 13.000 sanksi terhadap Rusia.

Tentu saja sanksi ini juga dibalas oleh Rusia. Dunia menghadapi mengalami Geo Economic Fragmentation atau terpecah belahnya ekonomi ke dalam kelompok yang di mana terjadi semacam blok ekonomi. Ironinysnya, negara barat yang awalnya pendukung globalisasi ternyata ketika tidak lagi menguntungkan menjadi pelopor deglobalisasi.

Negara Barat juga menghambat perkembangan ekonomi China dengan melakukan sanksi yang ketat terhadap pengembangan teknologi tinggi di China. Konsep yang dikenal sebagai perang teknologi (Chip War) antara sekutu barat yaitu Amerika, Eropa, Inggris, Jepang dan Korea melawan China terus berlangsung dan selalu diikuti dengan sanksi ekonomi yang lain sebagai balasan sehingga ini menyebabkan ekonomi dunia kedepan mengalami ketidakpastian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkembangan baru Timur Tengah terbaru di mana Hamas sukses melakukan serangan ke Israel juga akan membawa konsekuensi terhadap ekonomi global di mana negara-negara Arab akan mendukung Palestina, dan diperkirakan salah satu caranya adalah menjadikan minyak sebagai senjata. Persatuan negara Arab dan Rusia akan membuat krisis energi Eropa makin parah karena harga energi melambung tinggi.

Tantangan terbesar sektor keuangan ke depan adalah kebijakan dari Bank Sentral dunia selama dua tahun terakhir ini. Bank-Bank Sentral utama dunia, termasuk BI, menerapkan kebijakan moneter yang sepertinya terkoordinasi.

ADVERTISEMENT

Mereka saling menaikan suku bunga sebagai upaya mengatasi inflasi. Sejak 2022 dunia menghadapi kembalinya inflasi tinggi akibat lonjakan energi dan pangan sebagaimana yang terjadi pada tahun 1980-an.

Ini terjadi pada negara maju dan negara miskin. Tentu negara miskin yang paling menderita akibat kebijakan bank sentral Amerika.

Dengan tujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat maka semua negara saat ini menjadikan inflasi sebagai musuh bersama dan menjadikan perang terhadap inflasi sebagai kebijakan prioritas.

Ibarat virus, semua bank sentral seluruh dunia meniru kebijakan yang dilakukan oleh Bank sentral Amerika dan Inggris yaitu kebijakan moneter ketat yang cepat dan terkoordinir. Bank Sentral Amerika, Eropa dan lainya secara terbuka menetapkan suku bunga kebijakan yang sangat tinggi.

Memang ini cukup berhasil di Eropa dan di Inggris di mana inflasi mereka telah menurun dari 11% menjadi sekitar 5%. Ke depan keadaan pasti tidak mudah karena Bank Sentral Amerika mengatakan bahwa kebijakan suku bunga tinggi akan terus dilakukan dan tentu ini berdampak pada transmisi ke negara-negara berkembang terutama dalam bentuk nilai tukar yang melemah.

Kita berharap agar semua otoritas ekonomi mengedepankan stabilitas ekonomi nasional pada umumnya dan stabilitas sektor keuangan khususnya sebagai prioritas dan sarana mencegah krisis ekonomi di tahun politik.


Abdul Mongid
Gurubesar UHW Perbanas
Senior Economist pada Segara Economic Research Institute



Simak Video "Video: Allo Bank Pastikan Layanan Aman, Tak Terkait Kasus Indra Utoyo"
[Gambas:Video 20detik]

(ang/ang)

Hide Ads