Bunga Acuan Bank Indonesia Naik Jadi 6%, Apa Saja Dampaknya?

Bunga Acuan Bank Indonesia Naik Jadi 6%, Apa Saja Dampaknya?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 20 Okt 2023 15:27 WIB
Suku Bunga Acuan Dipangkas, Suku Bunga Kredit Kapan?
Ilustrasi bunga acuan BI - Foto: detik
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 0,25% menjadi 6%, setelah sebelumnya sempat ditahan beberapa kali. Lalu, apa akibat dari kenaikan bunga ini?

Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI merupakan sebuah langkah strategis. Hal ini dilakukan untuk menahan agar depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak terlalu tinggi.

"Hal itu juga sebagai langkah jitu Untuk melakukan antisipasi terhadap kenaikan suku bunga acuan AS (The Fed Fund Rate/FFR) yang diprediksi bakal naik. Kenaikan itu bertujuan untuk mencapai target inflasi AS 2%," kata Paul, kepada detikcom, Jumat (20/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenaikan suku bunga BI sendiri identik punya efek domino terhadap kenaikan bunga kredit perbankan, termasuk KPR, hingga bisa berujung ke peningkatan harga produk dan jasa. Meski begitu, Paul menilai kenaikan yang kali ini tak akan berdampak demikian.

"Mengapa? Lantaran likuiditas perbankan masih cukup tinggi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, hal itu tampak pada rasio alat likuid (non-core deposit) (AL/NCD) 118,50% jauh di atas ambang batas 50%. Demikian pula dengan alat likuid/DPK (AL/DPK) 26,49%, masih di atas ambang batas 10%.

Senada, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, ada peluang untuk perusahaan perbankan menaikkan suku bunga kreditnya. Namun menurutnya, sejauh ini bank masih belum menunjukkan pergerakannya. Apalagi didukung dengan likuiditas yang terbilang masih cukup baik.

"Kalau saya melihat sejauh ini belum (rencana bunga kredit naik), karena persaingan juga cukup ketat. Kebanyakan masih menahan suku bunga lending," katanya, saat dihubungi terpisah.

Meski demikian, menurutnya dampak kebijakan ini akan berbeda-beda menyesuaikan dengan sektor kredit beserta segmentasi pasarnya. Namun secara umum, ia menilai saat ini perbankan masih dalam tahap wait and see.

"Mungkin kebanyakan bank masih lihat dulu, wait and see. Tapi biasanya yang paling cepat money market (pinjaman dana jangka pendek) dulu kalau suku bunga naik, langsung berdampak ke situ. Banyak yang suku bunganya floating, misalnya suku bunga patokan, labour rate (upah. Jadi kalau Fed naik, kecenderungan labour rate naik, ya otomatis kredit mereka suku bunganya naik," ujar David.

Ia pun memberikan contoh dalam KPR. KPR di bank tertentu ada yang berpatokan langsung ke suku bunga BI atau acuan lainnya. Sehingga apabila suku bunga naik, penyesuaian bisa saja langsung diterapkan.

"Itu bisa saja ikutan naik. Tapi yang lain bergantung pada kondisi masing-masing segmen dan itu beda-beda," kata David.

"Jadi (bunga kredit) ada yang dipatok sesuai kenaikan BI rate, ada yang sesuai dengan perkembangan kondisi perbankan sendiri. Tapi kebanyakan sih saya pikir belum akan meninjau ya, masih 1-2 bulan ini mungkin wait see dulu perkembangannya gimana," sambungnya.

Di sisi lain, menurutnya di sektor perbankan sendiri saat ini sudah berada pada rentang ekspektasi bahwa kebijakan moneter BI maupun The Fed masih cenderung ketat. Apalagi, The Fed sendiri masih akan terus mencoba menjaga inflasi dan mengejar target inflasi dari 3,7% turun ke 2%.

"Jadi masih ada kemungkinan mereka menaikkan suku bunga di akhir tahun dan juga meneruskan kebijakan moneternya yang ketat di Amerika Serikat (AS)," pungkasnya.

(shc/kil)

Hide Ads