Inovasi NLE Optimalkan APBN 2024 Lewat Efisiensi Arus Logistik

Inovasi NLE Optimalkan APBN 2024 Lewat Efisiensi Arus Logistik

Jihaan Khoirunnisaa - detikFinance
Selasa, 24 Okt 2023 21:10 WIB
Kemenkeu
Foto: dok. Kemenkeu
Jakarta -

Perekonomian RI mencatatkan tren positif dengan tumbuh di atas 5% selama 7 kuartal berturut-turut. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional terus berlanjut di kisaran 4,7-5,5% pada kuartal III-2023.

Terjaganya ekonomi nasional di tengah gejolak ekonomi global, salah satunya tidak lepas dari kinerja perdagangan nasional. Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan (NP) nasional terus mengalami surplus dalam 41 bulan terakhir.

Kontribusi Logistik pada Perekonomian

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Neraca perdagangan Indonesia yang positif disebut berdampak pada terkendalinya (defisit) transaksi berjalan, yang menurut BI tercatat rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik.

BI dalam laporan Kuartal II-2023 menyebutkan kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali. Hal itu ditopang investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) di tengah tingginya kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Investasi langsung yang solid mengindikasikan terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik.

ADVERTISEMENT

Kepala LNSW Agus Rofiudin menekankan pentingnya perdagangan antara negara dan FDI. Menurut Agus dua hal tersebut merupakan instrumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menekan biaya konsumsi jasa sehingga lebih murah berdasarkan keunggulan komparatifnya.

"Perdagangan memungkinkan suatu negara mengkonsumsi barang dan jasa yang lebih murah dari negara lain berdasarkan keunggulan komparatifnya. Sedangkan FDI mendorong transfer teknologi serta modal manusia dan perbaikan kelembagaan dari negara maju ke negara berkembang," kata Agus dalam keterangan tertulis, Senin (23/10/2023).

Kondisi tersebut menurutnya tidak hanya menekan biaya logistik, tapi juga membuat waktu transportasi semakin singkat serta membuka peluang kerja yang mendorong pertumbuhan bisnis.

"Efisiensi waktu pengiriman mendorong produktivitas dunia usaha yang berpengaruh positif pada daya saing nasional. Alhasil, kombinasi produktivitas dan daya saing, mendorong tumbuhnya perekonomian," tambah Agus.

Dorongan APBN Bantu Kelancaran Logistik

Rancangan APBN 2024 telah resmi disahkan melalui Pembicaraan Tingkat II (Paripurna) pada September 2023 lalu. Penyusunan anggaran ini diharapkan dapat menjadi 'modal' untuk menghadapi tantangan serta gejolak yang ada di tahun 2024.

Pemerintah memperkirakan tahun depan APBN akan berhadapan dengan situasi geopolitik yang belum jelas ujungnya. Ditambah dengan situasi perubahan iklim, kekhawatiran pandemi, dan digitalisasi.

Terkait hal ini, Agus melihat adanya tensi Geopolitik yang mereda dan bisa menyebabkan fragmentasi serta mempersempit antarngeara terutama perdagangan. Berdasarkan World Trade Organization (WTO) dalam Global Trade Outlook-nya, volume perdagangan dunia tahun 2023 diproyeksikan hanya tumbuh 1,7% dan picking up di tahun 2024 sebesar 3,2%.

Lebih lanjut pemerintah telah menyusun APBN tahun 2024 dengan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang 5,2%, inflasi sebesar 2,8%, hingga nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000/US$.

Belanja negara yang sebesar Rp 3.325,1 triliun, akan dialokasikan sekitar Rp 2.467,5 triliun untuk belanja pemerintah pusat, sisanya ditransfer sebesar Rp 857,6 triliun akan ke daerah. Adapun besaran belanja pemerintah pusat bakal dimaksimalkan untuk menguatkan APBN sebagai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Dia menjelaskan, kinerja ekonomi nasional didorong oleh leading sectors, seperti industri, perdagangan, pertanian, pertambangan, hingga konstruksi. Namun usaha industri disebut-sebut masih menjadi penyumbang terbesar dibandingkan lapangan usaha lainnya.

"Dalam kondisi itu inline dengan komposisi impor nasional yang masih didominasi bahan baku penolong. Alhasil, proses logistik berupa kelancaran pasokan bahan baku maupun hasil produksinya harus maksimal," tambah Agus.

Dia mengungkapkan saat ini kinerja logistik nasional memang belum ideal. World Bank (WB) pada Logistics Performance Index (LPI) 2023 menempatkan kinerja logistik Indonesia di ranking 63 dengan nilai 3,0. Di sisi lain, biaya logistik nasional masih tergolong tinggi, yaitu 14,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Belanja infrastruktur pada APBN 2024 mencapai Rp 422,7 triliun. Arah kebijakan infrastruktur di antaranya adalah untuk untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi (konektivitas dan transportasi, energi dan ketenagalistrikan, dan pangan). Selain itu juga untuk penyediaan infrastruktur pelayanan dasar dan proyek-proyek strategis, serta pemerataan dan penguatan akses TIK yang mendukung transformasi digital.

Penguatan konektivitas & transportasi serta infrastruktur TIK, erat kaitannya dengan kinerja logistik. Pembangunan jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan diperkuat dengan penyediaan titik akses internet hingga Digital Broadcasting System (DBS). Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dimaksimalkan dengan pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE).

NLE untuk Optimalisasi Fungsi APBN

Untuk diketahui, NLE merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan kinerja logistik. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2020.

Agus menilai NLE sebagai sebuah platform digital layanan logistik hulu ke hilir, yang menggabungkan kementerian/lembaga terkait, sektor usaha, serta pelaku logistik.

"Kolaborasi digital dalam satu platform (NLE), akan memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antar pulau," ucapnya.

Menurutnya dengan NLE maka proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik semakin efisien. Kehadirannya juga dapat memperkuat integrasi sistem layanan logistik swasta baik domestik maupun internasional. Selain itu juga memudahkan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha logistik, dan penataan tata ruang kepelabuhan dan jalur distribusi barang.

Kondisi tersebut dimungkinkan dengan konsep dasar NLE yang terdiri 4 pilar, yaitu:

  1. Simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah dan swasta.
  2. Kolaborasi platform logistik.
  3. Kemudahan pembayaran, dengan skema single billing.
  4. Penataan tata ruang, dengan penerapan kebijakan yang membuat pergerakan barang lebih efisien.

Terobosan NLE berupa layanan Sistem Pelayanan Online Satu Pintu alias Single Submission (SSm), yang terus dikembangkan oleh Lembaga National Single Window (LNSW). Layanan seperti SSm Pengangkut, SSm Perizinan, dan Single Submission Quarantine Customs (SSm QC/SSm Pabean Karantina) berhasil memangkas tahapan proses bisnis, mengurangi proses repetisi dan duplikasi dengan satu kali submission, serta mempermudah pengurusan layanan logistik pemerintahan.

Ada sekitar 15 kementerian ataupun Lembaga yang mempermudah pelaku usaha dengan tidak perlu lagi ke masing-masing K/L untuk menanyakan regulasi, proses, dan persyaratan kemudahan berbisnis.

"Tujuan pembangunan NLE adalah agar proses melakukan bisnis di Indonesia semakin kompetitif, baik dari segi waktu, simplifikasi, kecepatan, dan pada akhirnya dari segi biaya," paparnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk mengelola NLE dengan tetap menjaga fasilitas yang ada untuk industri dan perdagangan.

NLE merupakan tanggung jawab seluruh pihak dan entitas logistik. Implementasi NLE seharusnya tidak hanya berfokus pada output, tetapi juga menghasilkan outcome yang positif bagi masyarakat. Alhasil, implementasi NLE dapat mendorong inovasi dan koordinasi untuk meningkatkan kinerja logistik dengan dukungan APBN tahun 2024, sehingga berkontribusi maksimal pada perekonomian nasional.



Simak Video "Video: PKS Usul Dana Parpol dari APBN Jadi Rp 10 Ribu Per Suara"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads