UMKM disebut sulit mendapat permodalan dari bank karena harus menyertakan agunan. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) bakal mendorong perbankan untuk mengadopsi sistem credit scoring. Apa itu?
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa credit scoring adalah cara bank menilai kinerja kelayakan pemberian pendanaan terhadap satu entitas bisnis atau perusahaan. Credit scoring biasanya menjadi salah satu tahap penting untuk melihat kemampuan bayar sebuah entitas bisnis baik UMKM maupun usaha besar.
"Setelah dinilai kreditnya, bank biasanya meminta agunan dalam proses peminjaman. Namun yang disampaikan Kemenkop UKM itu adalah credit scoring menjadi penilaian utama tanpa memperhatikan agunan," ucap Nailul saat dihubungi detikcom, Rabu (28/12/3033).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika angka kredit sudah dinyatakan layak, pelaku UMKM pun bisa meminjam dana dari perbankan. Namun, Nailul memberi sejumlah catatan jika Kemenkop UKM memang ingin mendorong perbankan menerapkan konsep itu.
Salah satunya, adalah mencari sumber data-data kredit yang tepat. Ia menilai Kemenkop UKM harus melibatkan banyak data jika ingin mendorong perbankan lebih mudah memberi permodalan kepada UMKM dengan sistem credit scoring.
"Data-data historis perbankan bisa menjadi salah satu yang masuk. Kemudian data alternatif seperti data telekomunikasi dan data internet lainnya," jelasnya.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menjelaskan definisi credit scoring adalah sistem penilaian untuk melihat kelayakan nasabah menerima kredit.
Sistem itu digunakan untuk mengukur resiko pembayaran kredit yang dipinjamkan bank kepada nasabah. Ia menyambut baik upaya Kemenkop UKM untuk mendorong perbankan menerapkan konsep itu.
"Credit scoring dipakai untuk melihat apakah peminjam ini layak menerima pinjaman. Beresiko macet atau tidak itu bisa dilihat lewat sistem skoring. Ini bisa jadi salah satu upaya mendorong bank-bank agar lebih mau menyalurkan kredit pada UMKM," ungkapnya kepada detikcom, Kamis (28/12/2023).
Kendati demikian, ia menilai hal tersebut hanya salah satu dari berbagai upaya yang bisa ditempuh agar UMKM memperoleh pembiayaan dari perbankan.
Upaya yang lain, ucapnya, adalah memperluas sistem penjaminan lewat BUMN Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) untuk mempermudah UMKM yang sulit beragunan.
Selain itu, ia menjelaskan UMKM juga perlu didorong agar kapasitas mereka meningkat untuk layak mendapat kredit perbankan. Peningkatan kapasitas bisa lewat kempuan manajemen hingga pengembangan usaha. Faisal melihat semakin bagus kapasitas UMKM, akan semakin mudah UMKM mendapat kredit dari perbankan.
"Jadi upaya tidak hanya satu, tapi perlu ada bauran strategi agar UMKM bisa mendapat permodalan dari bank," tegasnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, mengatakan pihaknya akan mendorong perbankan mengadopsi credit scoring pada 2024. Pertimbangan ini diambil karena banyak UMKM yang sulit mendapat permodalan dari bank karena faktor agunan.
"UMKM kalau mau meminjam dia tidak bisa karena terkendala agunan. Kita mengusulkan kalau mereka (mau meminjam) tidak perlu agunan tapi pakai credit scoring. Lewat credit scoring, kita bisa melihat pembukuan dan aktivitas keuangan sehari-hari. Rencananya (diimplementasikan 2024)," ucap Yulius saat dihubungi detikcom, Kamis (28/12/2023).
Kendati demikian, ia enggan menjelaskan lebih rinci apakah hal itu berarti Kemenkop UKM akan dorong pembuatan regulasi baru maupun kesepakatan alias MoU. Yang jelas, pihaknya bakal mendorong bank mengadopsi konsep itu tahun depan.
"Itu akan kita buat agar mendorong perbankan memberikan pinjaman kepada UMKM tanpa agunan. Sudah kita siapkan. (Bentuk regulasinya) Belum bisa saya bicarakan," jelasnya.
(kil/kil)