Heboh Tak Diterima Kerja Gegara BI Checking Jelek, Harusnya Bagaimana?

Heboh Tak Diterima Kerja Gegara BI Checking Jelek, Harusnya Bagaimana?

Samuel Gading - detikFinance
Kamis, 08 Feb 2024 21:35 WIB
Ilustrasi lamar kerja
Ilustrasi - Foto: Getty Images/findfootagehq
Jakarta -

Heboh di media sosial sejumlah calon pekerja gagal diterima perusahaan karena tidak lolos pengecekan catatan kredit alias BI Checking. Sekadar informasi, BI Checking adalah istilah yang digunakan untuk mengetahui skor kredit. Dulu namanya sistem informasi debitur (SID) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI). Tapi sekarang sudah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nama sistem layanan informasi keuangan (SLIK).

Informasi tersebut awalnya dikemukakan Partai Buruh di media sosial X yang dulu bernama Twitter. Dalam cuitannya, Partai Buruh mengatakan menolak keras praktik seleksi penerimaan kerja yang membatasi calon karyawan karena tidak lolos BI Checking.

"Kami memahami bahwa banyak yang sedang berjuang untuk keluar dari kesulitan ekonomi, namun terhalang oleh sistem yang seharusnya tidak menjadi penentu utama dalam penerimaan kerja. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja dan memperbaiki kondisi kehidupannya tanpa diskriminasi berdasarkan latar belakang finansial," tulis Partai Buruh di akun X resminya, Rabu (7/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walhasil, Partai Buruh mendesak agar perusahaan dan lembaga yang diduga melalukan hal tersebut untuk meninjau kembali kebijakan mereka dan mempertimbangkan aspek-aspek lain dari calon karyawan. Di antaranya seperti keterampilan, pengalaman, dan potensi kontribusi mereka, daripada sekadar riwayat kredit.

Praktisi dan Konsultan Manajemen SDM Indonesia dan ASEAN, Audi Lumbantoruan, menilai praktik tersebut tidak bijak. Ia melihat perusahaan seharusnya merekrut talenta berdasarkan kompetensi, kemahiran, dan pengalaman, bukan karena hasil pemeriksaan BI Checking.

ADVERTISEMENT

"Agak kurang bijak kalau perusahaan hanya merekrut orang atau kandidat dengan proses background checking melalui BI Checking," tegas Audi saat dihubungi detikcom, Kamis (8/2/2024).

Audi lantas menduga, bahwa praktik pengecekan BI Checking dilakukan karena perusahaan terkait ingin menghindari mendapatkan karyawan berkasus atau memiliki persoalan utang. Namun, ia mengatakan hal itu seharusnya tidak dijadikan tolok ukur.

Pasalnya, proses BI Checking memiliki keterbatasan dalam mengemukakan data terkait kemampuan karyawan untuk membayar lunas utang atau pinjaman baik melalui kredit bertahap maupun melalui pembayaran lunas seluruhnya.

"Jadi kalau ada perusahaan yang menempatkan BI Checking untuk menjadi salah satu proses pertimbangan, menurut saya perusahaan juga harus bijak menggunakan keputusan ini. Betul (bisa disebut sebagai diskriminasi)," tuturnya.

Setali tiga uang, Ketua Umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza, mengaku tidak sepakat terhadap praktik tersebut. Ia menjelaskan BI Checking pada dasarnya adalah proses verifikasi data kredit dan non-kredit yg dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengecek kualitas kredit nasabah.

BI Checking dilakukan untuk memeriksa bahwa nasabah yang mengajukan kredit atau pinjaman memiliki catatan kredit yang baik dan dapat dipercaya. Menurutnya, tujuan BI Checking sangat berbeda jika dijadikan pertimbangan utama perusahaan dalam mencari karyawan yang hendak bekerja.

"Tujuan BI checking sangat berbeda dengan tujuan utama proses seleksi dalam recruitment yaitu mencari kandidat yg memiliki keterampilan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan untuk mengisi posisi yang tersedia" tegasnya.

Menurut Ivan, penggunaan BI Checking sebagai pertimbangan proses seleksi baru relevan jika perusahaan sedang mencari karyawan untuk mengisi posisi management atau C-Level seperti direksi, komisaris, dan seterusnya. Bukan untuk karyawan yang berada di level teknis atau fungsional.

"Sebaiknya komplotan HR yang selama ini memakai proses BI checking untuk posisi non Direksi/ Komisaris, segera merubah proses ttersebut mencari alat test lain yg lebih akurat dan relevan agar fokus kembali ke tujuan utama proses seleksi yaitu mencari kandidat memiliki keterampilan, keahlian, dan pengalaman yang relevan dengan pekerjaan yang tersedia," jelas dia.

(kil/kil)

Hide Ads