Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan nilai tukar Rupiah saat bisa dikendalikan dengan kebijakan stabilisasi bank sentral. Menurutnya, di bulan ini saja Rupiah makin perkasa nilai tukarnya.
"Setelah pada Januari 2024 melemah 2,43%, nilai tukar Rupiah pada Februari, tepatnya hingga 20 Februari 2024 kembali menguat 0,77% point to point," beber Perry dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (21/2/2024).
Perry menyatakan nilai tukar Rupiah perkasa didorong oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI. Di sisi lain, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik makin besar sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi yang tetap baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah hanya sedikit melemah 1,68% dari level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Ringgit Malaysia, dan Baht Thailand masing-masing sebesar 3,69%, 4,27%, dan 5,31%.
Ke depan, Perry menilai nilai tukar Rupiah bakal stabil, bahkan dengan kecenderungan menguat didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing.
"Ini didukung oleh BI, serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI," kata Perry.
Bank Indonesia pun terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Aliran Modal Meningkat
Dia melanjutkan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik terus meningkat. Hal ini tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net inflows sebesar US$ 3,1 miliar pada kuartal I 2024 yang tercatat hingga 19 Februari 2024.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Januari 2024 juga tetap tinggi sebesar US$ 145,1 miliar, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
"Jumlah itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," kata Perry.
Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia di 2024 diperkirakan tetap mencatat surplus. Perry bilang perkiraan ini didukung oleh berlanjutnya surplus neraca transaksi modal dan finansial sejalan dengan tetap positifnya aliran masuk modal asing.
Sementara itu, transaksi berjalan tetap sehat yang diprakirakan mencatat defisit rendah dalam kisaran 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB.
"Persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik lebih baik dan imbal hasil investasi yang menarik," ujar Perry.
(hal/kil)