Jakarta -
Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna Life menuai pro-kontra di industri jasa keuangan, khususnya di industri perasuransian. Direksi dan Pemegang saham Kresna Life yang seharusnya melaksanakan perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pasca-pencabutan izin usaha, justru sebaliknya Kresna Life tidak menerima dan mengajukan gugatan kepada OJK melalui Pengadilan Tata Usaha Niaga Jakarta.
Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) Jakarta pada Februari lalu mengabulkan gugatan Kresna Life yang memutuskan membatalkan Keputusan Dewan Komisioner OJK No KEP-42/D.05/2023 tanggal 23 Juni 2023 Tentang Pencabutan Izin Usaha di Bidang Asuransi Jiwa atas PT Asuransi Jiwa Kresna dan surat Perintah Tertulis Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-30/D.05/2023 tanggal 23 Juni 2023.
Terlepas dari masih adanya beberapa masalah gagal bayar perusahaan asuransi jiwa, OJK patut diberikan apresiasi karena terus melakukan upaya-upaya melalui berbagai program strategis untuk menyehatkan industri perasuransian ke arah yang semakin sehat dan kuat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OJK terus melakukan reformasi di industri perasuransian, mulai dari aspek pelaku usaha (SDM), kesehatan keuangan, investasi, produk dan distribusi, good corporate governance, risk management, penguatan permodalan dan lain-lain. Terciptanya industri perasuransian yang semakin sehat dan kuat bertujuan untuk meningkatkan pelindungan konsumen sebagaimana amanat dari UU Perasuransian dan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Salah satu program strategis OJK yang merupakan bagian dari reformasi perasuransian adalah penerbitan buku Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027. Buku road map ini disusun dengan melibatkan asosiasi-asosiasi perasuransian yang tergabung dalam Dewan Asuransi Indonesia, serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan sektor perasuransian nasional.
Empat pilar utama peta jalan ini yaitu penguatan ketahanan dan daya saing, pengembangan elemen dalam ekosistem sektor perasuransian, akselerasi transformasi digital, serta penguatan pengaturan, pengawasan, dan perizinan di sektor perasuransian. Peta Jalan sejalan dengan Undang-Undang P2SK yaitu bertujuan untuk mewujudkan industri asuransi yang sehat, efisien, berintegritas, memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Lanjut ke halaman berikutnya
Cabut Izin Usaha Untuk Melindungi Konsumen
Pencabutan izin usaha, mempailitkan atau likuidasi perusahaan asuransi bagi OJK adalah bukan pilihan utama. Kepentingan masyarakat dan nasabah adalah sama dengan kepentingan OJK yaitu bagaimana agar semua perusahaan perasuransian sehat dan kuat serta dapat melaksanakan kewajibannya kepada nasabah atau pemegang polis. Namun, mengingat kondisi keuangan beberapa perusahaan asuransi tidak bisa disehatkan, maka untuk melindungi konsumen OJK memutuskan untuk mencabut izin usaha sejumlah perusahaan asuransi.
Peraturan perundangan di bidang perasuransian telah mengatur tentang Kesehatan keuangan usaha perasuransian. POJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dan POJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas POJK Nomor 71/POJK.02 Tahun 2016, telah mengatur tentang Kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi salah satunya mengenai batas minimum tingkat solvabilitas atau Risk Based Capital yaitu 120%.
Perusahaan asuransi dan reasuransi yang RBC nya di bawah batas tingkat minimum, maka akan diberikan sanksi berupa peringatan tertulis yang bisanya bisa sampai tiga kali. Setelah OJK memberikan sanksi peringatan tertulis sebanyak tiga kali, juga tidak ada perbaikan maka OJK akan menerbitkan sanksi yang lebih berat yaitu Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU).
Perusahaan yang mendapat sanksi PKU tidak diizinkan menjual produk kepada masyarakat. Selama periode PKU, perusahaan hanya diminta untuk membayar kewajibannya kepada nasabah dan melakukan penyehatan keuangan perusahaan melalui Rencana Penyehatan Keuangan. Rencana Penyehatan Keuangan disusun oleh perusahaan dan harus mendapat persetujuan oleh OJK.
Apabila OJK menilai perusahaan sudah tidak mungkin mampu menyehatkan kondisi keuangannya karena Rencana Penyehatan Keuangan tidak berjalan, maka untuk menjaga kepentingan konsumen agar tidak terlalu banyak mengalami kerugian karena asset perusahaan semakin anjlok, jalan terakhir walau bukan pilihan adalah mencabut izin usaha.
Lanjut ke halaman berikutnya
Perusahaan yang mendapat sanksi PKU tidak diizinkan menjual produk kepada masyarakat. Selama periode itu, perusahaan hanya diminta untuk membayar kewajibannya kepada nasabah dan melakukan penyehatan keuangan melalui Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang disusun oleh perusahaan dan harus mendapat persetujuan oleh OJK.
Apabila OJK melihat bahwa RPK yang diajukan oleh perusahaan asuransi dan reasuransi tidak dapat memberikan kepastian untuk menyehatkan perusahaan tersebut serta menilai bahwa perusahaan sudah tidak mungkin mampu menyehatkan kondisi keuangannya, maka untuk menjaga kepentingan konsumen agar tidak terlalu banyak mengalami kerugian karena aset perusahaan semakin turun, jalan terakhir walau bukan pilihan adalah mencabut izin usaha.
Cabut izin Kresna Life sesuai ketentuan
Dari pemberitaan berbagai media massa, bisa dilihat bahwa keputusan OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna Life telah melalui proses panjang dan bahkan terkesan sebenarnya telah memberikan toleransi yang cukup besar kepada Kresna Life. Sanksi mulai peringatan tertulis kepada Kresna Life telah diberikan sejak 2019 yang pada akhirnya OJK mencabut izin usaha pada 23 Juni 2023.
Alasan dan pertimbangan OJK dalam mencabut izin usaha Kresna Life sebagaimana disampaikan OJK telah cukup kuat karena sampai dengan batas akhir status pengawasan khusus, RBC Kresna Life tetap tidak memenuhi ketentuan minimum yang disyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku. Kresna Life tidak mampu menutup defisit keuangan yaitu selisih kewajiban dengan aset melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor.
Selain itu, RPK Kresna Life yang mengajukan program Subordinated Loan (SOL) sampai batas waktu yang ditentukan tidak sesuai ketentuan yaitu tidak adanya akta notarial, karena akta notarial inilah yang bisa melindungi konsumen.
OJK dalam mencabut izin Kresna Life, semata mata adalah untuk melindungi konsumen agar nasabah masih memiliki hak atas aset Kresna Life, karena semakin hari aset Kresna Life semakin tergerus. OJK juga ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa OJK tegas dalam melakukan pengawasan dan tindakan kepada perusahaan asuransi yang tidak sehat. Kita harus mendukung upaya hukum banding yang ditempuh OJK atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan pemegang saham Kresna Life.
Nasabah asuransi harus juga dapat berpikir realistis, bahwa berdasarkan pengalaman akan sangat sulit sebenarnya suatu perusahaan asuransi akan bisa bangkit dan kembali sehat apabila pernah mendapatkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha. Sekalipun nanti Kresna Life beroperasi kembali akan sulit bagi Kresna Life bangkit karena tidak mudah mendapatkan kepercayaan dari nasabah khususnya nasabah baru, apalagi Subordinated Loan sebenarnya bukan berupa tambahan fresh money.
Kapler A Marpaung
Pengamat Asuransi dan Dosen Program Magister Managemen Fakultas Ekonomika & Bisnis Universitas Gajah Mada.