Bos BPJS Kesehatan Pastikan Kelas Tidak Dihapus, Tak Ada Tarif Tunggal!

Bos BPJS Kesehatan Pastikan Kelas Tidak Dihapus, Tak Ada Tarif Tunggal!

Ilyas Fadilah - detikFinance
Sabtu, 18 Mei 2024 12:45 WIB
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti/Foto: Sarah Oktaviani Alam/detikHealth
Jakarta -

Rencana pemerintah menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan mendapat sorotan masyarakat. Dengan penerapan KRIS banyak yang beranggapan kelas 1,2, dan 3 BPJS Kesehatan akan dihapus.

Namun, anggapan tersebut langsung dibantah oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Ia meluruskan tak ada rencana penghapusan kelas BPJS Kesehatan saat KRIS berlaku. Penerapan KRIS fokus ke standardisasi fasilitas, bukan kelas.

"Saya sampaikan bahwa tidak ada penghapusan kelas itu, nggak ada. Karena yang sekarang ini kan kelas 3 standarnya seperti apa, nggak jelas, kelas 2 seperti apa, kelas 1 seperti apa. Ada yang kelas 3 ada AC, ada yang nggak ada, maunya sendiri, ini harusnya terstandardisasi," katanya di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga menjawab asumsi bahwa nantinya layanan bagi peserta kelas 1 BPJS Kesehatan akan turun kelas karena adanya KRIS. Menurutnya, pihak yang berasumsi seperti itu belum paham dengan penerapan KRIS.

"Kalau Anda mendahului, nanti suatu ketika gimana yang kelas 1 (layanannya) turun (kelas), memangnya sudah? Kan nggak. Kan itu di pikiran Anda, pikiran sendiri. Yang protes kan nggak paham, wong belum. Ditetapkan aja belum, dievaluasi dulu," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Padahal, kata Ghufron, dirinya dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah membantah bahwa kelas BPJS kesehatan akan dihapus. Pemerintah hanya menjalankan standardisasi dengan 12 kriteria yang ditetapkan.

"Siapa yang bilang (kelas 1 turun kelas 3), yang bilang siapa? Kan dievaluasi dulu. Sukanya kan punya pikiran sendiri itu loh. Kelas dihapus! loh siapa, pak mentri, saya bantah, DPR sudah bantah," tuturnya.

Terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Ghufron menyebut pihaknya masih menunggu hasil evaluasi. Ia menyebut iuran naik maka pelayanan akan lebih bagus.

"Ya ada kenaikan boleh agar lebih bagus, tidak juga boleh, dengan strategi yang lain. Tetapi yang jelas ini menunggu semuanya evaluasi itu," tuturnya.

Tak ada tarif tunggal BPJS Kesehatan. Cek halaman berikutnya.

Tak hanya itu, Ghufron juga membantah isu iuran kelas BPJS Kesehatan bakal menggunakan tarif tunggal. Penetapan tarif sendiri ada di tangan Dewan Jaminan Sosial Nasional dan masih terus dievaluasi. Ia malah mempertanyakan pihak yang menyebut besaran iuran kelas 1,2 dan 3 BPJS kesehatan akan disetarakan.

"Yang bilang sama siapa?" katanya.

Menurutnya, perbedaan tarif iuran antar peserta merupakan bentuk dari gotong-royong. Kalangan mampu harusnya membayar lebih banyak, sementara yang miskin dibantu oleh pemerintah.

"Kalau iuran itu nominalnya sama, gotong-royongnya dimana? Namanya gotong royong, yang mampu bayar lebih banyak, yang miskin bayar lebih sedikit. Miskin sekali dibayari pemerintah oleh negara, dan itu sudah terjadi," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena memperkirakan biaya untuk rumah sakit melakukan perbaikan terkait dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) butuh dana sekitar Rp 2 miliar. Hal ini berdasarkan kunjungannya ke RSUP dr. Johannes Leimena Ambon yang melakukan uji coba KRIS.

"Kita sudah memperkirakan juga, rumah sakit pemerintah pusat, provinsi, pasti dia punya anggaran. Misalnya dari 15 rumah sakit yang diuji coba, saya pergi ke Leimena di Ambon, dihitung-hitung kurang lebih Rp 2 miliar lah untuk merapikan semuanya itu," katanya saat ditemui di Gedung BPJS Kesehatan di Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

Terkait insentif bagi rumah sakit swasta, Melki menyebut banyak rumah sakit yang sudah masuk kategori mampu. Ia tidak menegaskan apakah akan ada insentif, namun hanya menyebut pemberian insentif masih dibicarakan oleh pemerintah.

"Yang swasta kan kita tahun ada yang mampu ada yang nggak. Yang mampu Grup Siloam pasti mampu banget lah, grup-grup gede atau menengah cukup lah. Nanti yang kurang-kurang nanti ini kita bicara sama pemerintah, gimana mensiasati yang kurang-kurang ini," pungkasnya.

Berikut 12 Kriteria KRIS:

1. Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
2. Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 (enam) kali pergantian udara per jam.
3. Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
4. Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 (dua) kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
5. Adanya nakas per tempat tidur.
6. Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celcius.
7. Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi).
8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 (empat) tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
9. Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
10. Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
12. Outlet oksigen.


Hide Ads