Pengusaha dan buruh satu suara terkait penolakan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera). Mereka mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan baik dari buruh maupun pengusaha tidak ada satupun yang terlibat dalam pembahasan aturan tersebut. Sebelumnya, pihaknya juga pernah menolak saat Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat disahkan.
"Keterlibatan? Kalau pernah terlibat pasti tidak sekeras ini atau meminta ada revisi atau menolak. Kami iuran sampai 58 tahun di mana rumahnya? Di mana lahannya?" kata Elly dalam Konferensi Pers terkait Tapera, Jakarta, Jumat (31/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menuru Elly tidak ada satu pun perwakilan buruh maupun pengusaha dalam kepengurusan Badan Pengelola (BP) Tapera. Meski begitu, dia menekankan penolakan kerasnya ini bukan karena tidak terlibat di badan kepengurusan BP Tapera, tapi karena aturan Tapera tumpah tindih.
Pasalnya, program serupa juga telah ada di BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Hari Tua (JHT).
"Apakah ada perwakilan kita di BP Tapera dengan pengusaha itu memang tidak ada. Tapi bukan gara-gara itu kita menolak, potongan ini jadi overlapping dan terlalu banyak yang kita berikan," jelasnya.
Elly mengatakan dari pihak asosiasi mempertimbangkan membawa aturan ini ke Mahkamah Agung untuk judicial review jika tak kunjung direvisi, khususnya di pasal 7 yang mewajibkan iuran Tapera. Dia menilai seharusnya konsep tabungan sifatnya sukarela, bukan dipaksakan.
"Kalau misalnya UU 4/2021 ini minta direvisi pasal tertentu. Kalau PP-nya memang kita sedang kita pikirkan bawa ke Mahkamah Agung," imbuhnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan dari pengusaha tak ada satu orang pun yang terlibat dalam kepengurusan BP Tapera. Namun, dia tidak menutup kemungkinan jika nantinya akan mengusulkan perlunya perwakilan dari pengusaha maupun buruh.
"Tidak ada perwakilan pengusaha di BP Tapera. Itu akan kami usulkan kalau nanti akan perlu ada perwakilan pekerja dan pemberi kerja," kata Shinta.
Di sisi lain, dia telah menyampaikan keberatan pada tahun 2016 lalu sebelum UU 4/2021 disahkan. Pada saat itu, dia juga telah menyampaikan penolakannya terkait iuran tersebut. Bahkan telah menyurati Presiden Joko Widodo. Sayangnya, hingga saat ini pemerintah belum merespon terkait masukannya.
"Kami sudah menyurati presiden, memberikan pandangan kami, masukan kami, namun sampai Peraturan Pemerintah (PP 21/2024) ini diterbitkan, belum ada tanggapan ya. Mungkin pemerintah punya sikap tersendiri kenapa harus jalan. Makanya kami pikir mungkin perlu klarifikasi," ujarnya.
(hns/hns)