Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) buka suara soal tabungan perumahan pensiunan PNS atau ahli warisnya yang cair hanya sedikit meski sudah nabung puluhan tahun. Dalam kasus yang beredar, sudah nabung 30 tahun hanya mendapat Rp 5-6 juta.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan tabungan perumahan PNS sedikit karena besaran iuran yang ditetapkan juga tidak besar. Iuran ditetapkan per bulan sesuai golongan masing-masing, mulai dari Rp 3.000 untuk Golongan I, Rp 5.000 Golongan II, Rp 7.000 Golongan III, dan Rp 10.000 Golongan IV.
Hal itu sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 1994 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil saat namanya masih Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum)-PNS. Kemudian pada 2018 semua aset atas nama Bapertarum-PNS dilikuidasi menjadi BP Tapera sesuai amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau dapatnya hanya sekitar Rp 5-6 jutaan, karena setiap golongan kecil sekali iurannya. Otomatis yang dibalikin juga kecil," kata Heru dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (5/6/2024).
Heru memberikan contoh kasus PNS A yang menabung perumahan sejak 1993 saat masih bernama Bapertarum. Saat diambil pada pensiun 2016, hanya mendapatkan manfaat Rp 2.256.000.
Perhitungannya yakni PNS A tersebut bergabung menjadi peserta pada 1993 saat masih golongan IIIA dengan iuran Rp Rp 7.000/bulan. Dalam 14 tahun terkumpul Rp 1.176.000 dengan perhitungan iuran Rp 7.000 x 12 bulan x 14 tahun.
Kemudian pada 2007, PNS A tersebut naik pangkat menjadi golongan IV sebelum akhirnya pensiun pada 2016. Total tabungan perumahan dari 2008-2016 pun tercatat Rp 1.080.000, dengan perhitungan iuran Rp 10.000 x 12 bulan x 9 tahun.
"Maka total iuran Bapertarum selama 23 tahun bekerja hanya Rp 2.256.000 karena di aturannya, simpanan Bapertarum tidak dikembalikan beserta hasil pemupukannya. Jadi hanya pokok simpanannya," beber Heru.
Ketika Bapertarum dilikuidasi menjadi BP Tapera sejak 2018, ilustrasinya menjadi berbeda karena peserta mendapatkan simpanan pokok beserta hasil pemupukannya. Peserta bisa mengecek saldonya secara berkala melalui https://sitara.tapera.go.id.
"Jadi justru ketika diintegrasikan ke BP Tapera, aturannya berubah, nilai ekonomis yang diterima peserta justru nilainya bertambah," imbuhnya.
BP Tapera Klaim Tak Pakai Uang Peserta
BP Tapera menegaskan pihaknya tidak pernah sedikitpun menggunakan uang peserta untuk kebutuhan operasional. "Tidak ada sedikitpun hak peserta yang digunakan untuk operasional BP Tapera hingga saat ini," kata Heru.
Heru menyebut saat ini pihaknya hanya mengelola uang dari dua sumber dana, yaitu dari dana APBN untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan dana untuk peserta PNS eks Bapertarum. Belum ada pengelolaan dana dari peserta Tapera yang baru.
Sejak beroperasi hingga 2024, BP Tapera mencatat telah mengembalikan Tabungan Perumahan Rakyat kepada 956.799 orang PNS pensiun atau ahli warisnya senilai Rp 4,2 triliun. Mekanisme pengembalian dana kepada peserta atau ahli warisnya dilakukan melalui bank kustodian atau bank penampung ke rekening peserta.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyebut saat ini belum ada peserta baru yang dipotong untuk simpanan Tapera. Sebab, belum ada aturan pelaksanaan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan.
"Kalau bicara tentang ASN, yang berhak mengeluarkan aturan pelaksanaan adalah Menteri Keuangan. Ibu menteri sampai saat ini masih belum mengeluarkan hal tersebut karena kita tahu ini adalah lembaga pengelolaan dana dan lembaga pengelola dana ini nggak bisa ujug-ujug langsung settle," ujarnya.
Astera berharap perbaikan dan pengawasan BP Tapera dari Otorita Jasa Keuangan (OJK) semakin kuat. Hal itu karena dana yang akan dikelola BP Tapera cukup besar.
"Dengan manajemen yang baru tentunya kita mengharapkan agar pengawasan dari OJK semakin kuat dan bisa dilakukan kepatuhan yang baik, dari sisi pelaksanaan kebijakan ini juga kita pantau dari komite, kemudian juga mereka juga dilakukan audit baik oleh akuntan publik maupun BPK," tutur Astera.
Jika dilihat dari PP Nomor 25 Tahun 2020, disebutkan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya paling lambat 7 tahun dari aturan tersebut berlaku, artinya paling lambat pada tahun 2027.
Simak Video 'Kata PDIP soal Tapera: Kalau Dipaksa Potongan Wajib Namanya':