Asuransi kesehatan atau BPJS Kesehatan merupakan salah satu instrumen untuk memproteksi diri dan keluarga. Karena itu masyarakat perlu memiliki produk jaminan kesehatan dari pemerintah maupun dari swasta.
Financial advisor Andhika Diskartes mengungkapkan masyarakat bisa memilih tergantung jenis dan kebutuhan sesuai dengan manfaat yang diinginkan. "Apalagi asuransi kesehatan merupakan salah satu pilar utama dalam perencanaan keuangan yang sehat, sehingga berpotensi memberi nilai lebih bagi kesejahteraan masyarakat," ujar Andhika dalam keterangannya, ditulis Rabu (17/7/2024).
Dia mengungkapkan yang harus dipahami bahwa perencanaan keuangan yang sehat bukan sebatas cerdas mengatur pemasukan, pengeluaran, dan tabungan dengan seksama, tetapi juga mempertimbangkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan ekonomi seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk inflasi yang cenderung naik setiap tahunnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inflasi berarti kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam jangka waktu tertentu yang memicu lemahnya daya beli konsumen. Kondisi ini lazim terjadi di seluruh industri dan faktornya pun beragam, mulai dari meningkatnya permintaan konsumsi publik, besarnya jumlah penawaran akibat kenaikan biaya produksi, hingga ekspektasi lonjakan ekonomi jelang momen besar seperti Lebaran misalnya.
"Begitupun pada industri kesehatan, risiko inflasi dapat terjadi karena serangkaian faktor, seperti naiknya harga bahan baku obat-obatan, beban tenaga kerja kesehatan yang meningkat, serta kemajuan teknologi kesehatan yang mendorong naiknya permintaan pengobatan pasien. Kondisi itulah yang mendorong biaya perawatan kesehatan di Indonesia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun," jelas Andhika.
Apa yang disampaikan oleh Andhika tersebut selaras dengan laporan Health Trend 2023 oleh Mercer Marsh Benefits, salah satu firma konsultan SDM terkemuka dunia, yang menyebut inflasi medis di Indonesia naik hingga 13% di tahun 2023. Kondisi tersebut bahkan lebih tinggi dari rata-rata inflasi serupa di Asia yang berkisar 11%, sehingga memicu kenaikan biaya rumah sakit di kawasan Asia Tenggara sebesar 10-14% per tahunnya. Akibatnya ketangguhan finansial masyarakat pun kian terancam.
Menghadapi dampak krusial dari naiknya inflasi kesehatan, para pelaku industri asuransi kesehatan terus berupaya mencari formula yang tepat dalam menjaga keberlangsungan proteksi jangka panjang bagi seluruh nasabah. Umumnya, dengan melakukan penyesuaian biaya asuransi atau premi (repricing) untuk produk asuransi kesehatan agar nasabah dapat terus mendapatkan perlindungan kesehatannya yang optimal. Tujuannya adalah mencegah ketidakseimbangan pada sistem perlindungan asuransi, dan memastikan seluruh nasabah mendapatkan manfaat proteksi yang berkelanjutan.
Menurut Andhika, meskipun repricing berperan sebagai langkah antisipatif, upaya tersebut juga perlu ditinjau dengan seksama untuk meminimalisir ketidaksesuaian antara keberlanjutan proteksi dan tarif premi yang disanggupi oleh nasabah. Oleh karenanya diperlukan terobosan dari perusahaan asuransi agar tetap bisa menjaga komitmen proteksi jangka panjang bagi nasabah, dan disisi lain memastikan asas keadilan (fairness) saat menentukan biaya asuransi atau premi bagi masing-masing nasabah.
"Di industri asuransi kesehatan saat ini, banyak perusahaan asuransi mulai menerapkan konsep fair pricing yang menekankan pada prinsip keadilan untuk menentukan tarif premi yang sesuai bagi setiap nasabah, yang dahulu dilihat hanya dari serangkaian faktor seperti usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan, jenis pekerjaan, hingga pola hidup, yang sekarang juga ditambah dengan tinjauan berkala atas riwayat kesehatan nasabah saat masa perlindungan," ungkap Andhika.
Melalui fair pricing, lanjut Andhika, nasabah yang tidak pernah mengajukan klaim dapat memperoleh manfaat tambahan yang meringankan beban premi, yakni dengan cara rajin menjaga kesehatan setiap harinya.
"Ketika seseorang senantiasa menjaga kesehatannya, semakin rendah kemungkinan ia perlu mengajukan klaim kesehatan. Apabila kondisi ini dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu tertentu, semisal lewat evaluasi tahunan, nasabah sangat mungkin mendapat kebijakan tarif premi yang lebih rendah," jelasnya.
Salah satu contohnya dapat dilihat pada peluncuran produk baru PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), yaitu Asuransi Kesehatan PRUWell Medical dan Asuransi Tambahan Kesehatan PRUWell Health. Dijelaskan oleh Andhika, produk baru ini memberi nasabah manfaat premi seoptimal mungkin sesuai profil risiko kesehatannya masing-masing. Singkatnya, nasabah Prudential dengan riwayat kesehatan yang baik berpotensi mendapat keringanan premi/biaya asuransi hingga 20% untuk Masa Pertanggungan yang akan datang sebagai bentuk apresiasi.
"Jika ditelaah lebih dalam, fitur PRUWell dalam Asuransi Kesehatan PRUWell Medical dan Asuransi Tambahan Kesehatan PRUWell Health menawarkan manfaat yang unik. Setiap nasabah yang dalam satu tahun tidak mengajukan klaim dan memilih PRUWell saver, maka nasabah akan mendapat keringanan premi 10% di tahun berikutnya. Jika kondisi fit kembali diraih setahun setelahnya, maka keringanan premi/biaya asuransinya bertambah jadi 15% dan seterusnya hingga 20% dengan syarat yang sama, dimana prosentase tersebut merupakan angka kumulatif," ujar Andhika memberi gambaran.
Sedangkan, PRUWell Saver adalah fasilitas pilihan yang memungkinkan nasabah untuk mendapatkan biaya asuransi yang lebih rendah, jika nasabah memilih untuk menanggung sendiri sejumlah biaya rawat inap hingga batas tertentu sesuai Plan yang dipilih.
(kil/kil)