Sri Mulyani Sebut Penempatan Dolar AS Eksportir di Bank Sudah Lebih dari 30%

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 17 Feb 2025 18:14 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan)/Foto: Anisa Indraini/detikcom
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di perbankan Tanah Air relatif stabil. Tingkat penempatannya bahkan disebut sudah melebihi batas aturan sebelumnya yakni 30%.

Dengan kondisi ini, Sri Mulyani optimis penempatan DHE SDA 100% dalam kurun waktu satu tahun bisa berjalan dengan baik. Kebijakan baru ini akan berjalan mulai Maret 2025.

"Selama pelaksanaan sejak tahun 2023, kita melihat posisi dari devisa hasil ekspor yang diletakkan di dalam perbankan kita itu relatif stabil pada level kalau minimum tadinya 30%. Di dalam data yang ada bahkan mencapai 37-42% Jadi ini menggambarkan mereka sudah melebihi dari yang 30%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto baru saja merilis Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Aturan itu menetapkan perpanjangan penempatan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia dari minimal 3 bulan menjadi 1 tahun, kemudian persentase retensi bagi eksportir menyimpan DHE SDA dinaikkan dari paling sedikit 30% menjadi 100%.

Sri Mulyani menyebut komoditas batu bara, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel merupakan komoditas yang paling banyak ekspor dan menarik devisa.

"Untuk itu pelaksanaannya nanti kita akan melakukan bersama-sama koordinasi dengan Pak Menko Perekonomian, terutama untuk make sure bahwa ekspor dan produksinya tidak terdisrupsi," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani memastikan kebutuhan pemenuhan rupiah, pembayaran valas untuk pajak, dividen, pengadaan barang yang tidak diproduksi di Indonesia dan pembayaran kembali atas pinjaman eksportir tidak akan terganggu.

"Jadi tidak ada alasan perusahaan ini karena adanya retensi 100% selama 12 bulan, kemudian mengalami disrupsi dari sisi keuangan maupun kewajiban-kewajiban mereka," ujar Sri Mulyani.




(aid/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork