Asosiasi Pembiayaan Keluhkan Aksi Ormas 'Preman', Ganggu Industri

Asosiasi Pembiayaan Keluhkan Aksi Ormas 'Preman', Ganggu Industri

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 19 Mar 2025 16:44 WIB
Dealer/diler motor
Ilustrasi Leasing/Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikFinance
Jakarta -

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan banyak anggotanya yang mendapatkan perlakuan intimidasi dari sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas) 'preman', terutama saat mengambil unit kendaraan nasabah atau konsumen yang menunggak cicilan.

Ketua APPI, Suwandi Wiratno, menjelaskan sesuai dengan ketentuan undang-undang para debitur yang lalai dalam pembayaran dan tidak menanggapi somasi perusahaan pembiayaan diwajibkan untuk menyerahkan kendaraannya.

"Karena dia tidak melakukan hal-hal yang menjadi kewajibannya dan tidak menanggapi surat somasi, ya dilakukan eksekusi," kata Suwandi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/3/2025).

Meski perusahaan pembiayaan memiliki hak untuk menarik kendaraan para debitur nakal sesuai dengan ketentuan hukum dan pengadilan, namun menurutnya banyak debitur bersikap tidak kooperatif dan malah melakukan intimidasi terhadap perusahaan pembiayaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya salah satu daerah yang menjadi sorotan APPI saat ini adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah ditelusuri, ternyata banyak debitur yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau ormas yang didirikan oleh individu atau kelompok masyarakat, yang memengaruhi anggotanya dalam melakukan pembayaran cicilan serta menghalangi proses eksekusi.

"Nah, pada saat eksekusi dilakukan, yang terjadi kita diintimidasi sama komunitas, rupanya debitur sudah bergabung di situ," katanya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) Ristiawan Suherman mengatakan segala tindak intimidasi yang dilakukan ormas dalam eksekusi unit kendaraan nasabah dapat berdampak pada kenaikan angka kredit macet di RI.

"Dampak yang dirasakan bagi multifinance bila muncul kredit macet dari nasabah, salah satunya yakni berpengaruh ke angka NPF perusahaan. Rasio NPF menjadi salah satu hal penting sebagai bentuk upaya perusahaan dalam menjaga kesehatan portofolionya," ucapnya.

Lebih jauh, menurutnya kenaikan angka kredit macet ini akan berdampak langsung pada kemampuan perusahaan pembiayaan dalam melakukan kewajiban pembayaran pinjaman kepada perbankan. Padahal selama ini pinjaman multifinance banyak yang berasal dari perbankan.

Kondisi ini tentu saja membuat perusahaan pembiayaan lebih selektif dan berpikir dua kali untuk menyalurkan pembiayaan ke daerah yang rawan konflik dengan ormas atau LSM.

"Seretnya pembiayaan kendaraan ujung-ujungnya akan mengganggu perekonomian juga karena salah satu pendapatan pemerintah daerah masih mengandalkan pajak kendaraan bermotor. Selain itu aktivitas usaha masyarakat juga akan terganggu karena mereka kesulitan mendapatkan akses pembiayaan," jelasnya.

Oleh sebab itu menurutnya jika memang terjadi selisih paham, sudah seharusnya diselesaikan berdasarkan prosedur penyelesaian yang telah diatur oleh OJK, bukan dengan meminta perlindungan dibalik ormas atau LSM.

"Dalam hal ini POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan & UU Jaminan Fidusia," pungkasnya.

Lihat juga Video 'Momen Wabup Garut Tegur Ormas Razia Warung saat Puasa':

(fdl/fdl)

Hide Ads