Transformasi Risiko di Sektor Jasa Keuangan

Kolom

Transformasi Risiko di Sektor Jasa Keuangan

Agus Herta Sumarto - detikFinance
Jumat, 02 Mei 2025 12:10 WIB
Ilustrasi Subsidi Bunga
Foto: shutterstock
Jakarta -

Terdapat dua jenis risiko yang dikenal luas dalam dunia ekonomi dan bisnis yaitu risiko spesifik perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah unsystematic risk dan risiko sistematik (systematic risk) yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

Kedua risiko tersebut memiliki karakteristik yang berbeda serta cara penanggulangan yang juga berbeda. Risiko sistematik erat kaitannya dengan risiko makro yang berskala nasional juga global.

Dalam beberapa waktu belakangan ini, kondisi ekonomi dan politik global mengalami dinamika baru di luar tren yang sudah ada. Bahkan setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-47 menggantikan Joe Biden, dinamika ekonomi politik global bergerak lebih random dan unpredictable seiring dengan random-nya kebijakan Trump.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Trump menjadi Presiden Amerika Serikat kembali, kebijakan Amerika Serikat sulit terbaca, kadang pagi hari masih kedelai sore sudah menjadi tempe. Dinamika baru ini menjadikan risiko sistematik jauh lebih besar dan tentunya lebih menantang. Salah satu risiko sistematik yang menjadi perhatian dunia saat ini adalah risiko peperangan.

Namun pada masa Trump ini, risiko peperangan mengalami perluasan yang sangat signifikan, bukan hanya peperangan dalam arti sesungguhnya tetapi telah meluas ke dalam bentuk perang teknologi, perang mata uang, dan perang dagang. Bahkan saat ini, istilah kedua perang yang disebutkan terakhir tadi jauh lebih populer dibanding perang dalam arti sesungguhnya.

ADVERTISEMENT

Transformasi Risiko

Genderang perang teknologi, perang mata uang, dan perang dagang sudah mulai ditabuh oleh Trump. Trump sangat menyadari bahwa saat ini Amerika Serikat sudah mulai tertinggal. Bahkan dari sisi ekonomi, struktur ekonomi Amerika Serikat sudah berbentuk seperti gelembung sabun, besar namun kosong dan sangat mudah pecah.

Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir mulai dikuntit oleh Tiongkok yang menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Bila tren ini dibiarkan maka sangat mungkin dalam waktu yang tidak lama Amerika Serikat sebagai negara adidaya hanya tinggal legenda.

Genderang perang yang telah ditabuh oleh Trump telah memaksa adanya transformasi struktural yang prematur. Trump memaksa untuk menciptakan keseimbangan baru dalam rantai pasok perdagangan dan mata uang. Peperangan ini tentu berdampak secara langsung terhadap anatomi risiko secara keseluruhan baik risiko spesifik maupun risiko sistematik.

Transformasi risiko ini juga terlihat dari world uncertainty index dan political risk index yang mengalami peningkatan signifikan sejak awal tahun 2025. Transformasi risiko tersebut akan terasa di seluruh sektor tidak terkecuali sektor jasa keuangan.

Sektor jasa keuangan akan menghadapi berbagai risiko global yang dapat mengganggu stabilitas dan kondisi pasar secara keseluruhan. Beberapa risiko utama yang sudah mulai terasa meliputi fluktuasi harga komoditas, ketidakpastian dan fragmentasi geopolitik, potensi resesi global, dan perubahan fundamental ekonomi yang disebabkan masifnya penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Beberapa waktu lalu Trump mulai mempermasalahkan penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dalam sistem pembayaran di Indonesia. Trump juga memprotes kartu debit yang dikeluarkan oleh bank-bank di Indonesia yang terhubung dengan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Bahkan Trump sudah mulai menebar ancaman dan hukuman dengan kenaikan tarif bagi negara-negara yang dianggap tidak "bersahabat" dengan Amerika Serikat termasuk Indonesia.

Tebaran ancaman dan hukuman ini akan mengubah fragmentasi ekonomi politik dunia yang berujung pada iklim persaingan usaha. Penerapan asas resiprokal dan keterbukaan persaingan usaha akan berwujud menjadi pedang bermata dua, peluang sekaligus ancaman. Jika tidak dapat dimanfaatkan dengan baik maka penerapan asas resiprokal dan keterbukaan persaingan usaha seperti yang digaungkan Trump akan berujung pada inefisiensi pasar.

Klik halaman selanjutnya...

Pentingnya Peran OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai wasit di tengah lapangan sekaligus dirigen pengatur ritme di medan persaingan industri keuangan akan menghadapi tantangan yang berbeda. Transformasi risiko yang tengah terjadi pasca terpilihnya Donald Trump menuntut adanya peningkatan dan penguatan peran OJK. Otoritas Jasa Keuangan dengan berbagai program dan kebijakan pengaturan dan pengawasan yang dilakukannya, sebenarnya sudah berada pada jalan dan alur yang benar, hanya butuh sedikit penyesuaian supaya bisa selaras dengan perubahan yang terjadi pasca-keterpilihan Donald Trump.

Data OJK menyebutkan hingga Maret, stabilitas sektor jasa keuangan masih berada dalam kondisi yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja sektor jasa keuangan yang tumbuh positif.

Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Kredit perbankan pada Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,16% yoy menjadi Rp 7.908,4 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh tinggi sebesar 13,36% yoy. Ketahanan perbankan terjaga kuat dengan tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Maret 2025 yang berada di level tinggi yakni sebesar 25,43%. Likuiditas perbankan pada Maret 2025 juga tetap memadai.

Sebagai penjaga ritme dan aturan main di industri keuangan, OJK yang sejak UU P2SK mendapat tambahan tugas baru di bidang pengawasan aset kripto, bank bullion dan koperasi open loop, juga harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan industri jasa keuangan, serta memastikan pelindungan konsumen di tengah gejolak dan peningkatan risiko yang terjadi.

Konflik dan ketegangan geopolitik harus dapat direspon dengan baik karena dapat mempengaruhi investasi dan aliran modal. Jika situasi ini tidak direspon dengan baik dampaknya dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Kebijakan Trump juga dapat berdampak pada harga komoditas global. Perubahan harga komoditas global dapat mempengaruhi inflasi dan nilai tukar Rupiah yang ujungnya lagi-lagi dapat berdampak pada stabilitas sistem dan industri keuangan. Guncangan yang datang di luar kendali OJK harus mampu diredam dan diminimalisir sekecil mungkin.

Potensi risiko lain yang bisa muncul akibat kebijakan Donald Trump adalah fragmentasi antarnegara. Negara-negara di dunia akan terbagi menjadi dua kelompok utama yang akan saling bersaing satu sama lain yaitu kelompok barat (Amerika Serikat beserta sekutunya) versus kelompok timur (Rusia, China, dan sekutunya). Fragmentasi ini akan sangat mengganggu stabilitas perdagangan dan stabilitas pasar keuangan dunia secara bersamaan.

OJK harus bersiap terhadap kemungkinan terburuk. Tidak menutup kemungkinan jika genderang perang terus ditabuh Donald Trump, ekonomi dunia bisa terseret pada jurang resesi. Resesi ekonomi dapat mengurangi permintaan global dan mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia baik di sektor riil maupun di sektor keuangan.

Apa yang harus dilakukan OJK?

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh OJK dalam merespon dinamika ekonomi dan geopolitik global saat ini adalah meningkatkan kewaspadaan. OJK harus tetap waspada dan terus memantau dinamika ekonomi politik global dan menganalisis dampaknya terhadap sistem keuangan Indonesia. Ketika suatu guncangan terjadi maka OJK sudah siap dengan berbagai langkah antisipatif yang bisa meredam efek negatif yang mungkin timbul.

Untuk menyusun langkah antisipatif tersebut, OJK perlu mengembangkan strategi mitigasi risiko yang komprehensif. Berbagai skenario perlu disusun secara rinci disertai dengan berbagai klausula pelarian (escape clause) jika ternyata guncangan yang terjadi di luar skenario yang telah disusun.

Langkah-langkah antisipatif tersebut tentunya harus disusun dengan melibatkan semua pihak. Oleh karena itu sama OJK harus berkoordinasi dan bersinergi dengan seluruh pelaku ekonomi supaya langkah-langkah antisipatif tadi berjalan efektif.

Variabel terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah komunikasi. OJK perlu mengkomunikasikan berbagai risiko yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatifnya kepada publik. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat memahami, tidak panik, dan mampu bersiap menghadapi kemungkinan berbagai risiko yang berpotensi terjadi secara bersama-sama. Langkah-langkah antisipatif tadi harus dilakukan secara bersama-sama agar hasilnya benar-benar sesuai harapan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Ditulis oleh:
Agus Herta Sumarto
Ekonom INDEF dan Dosen FEB UMB

(ang/ang)

Hide Ads