Jakarta -
Tanya: Ini merupakan yang keempat kali saya mengirim pertanyaan-pertanyaanseperti di bawah ini, tetapi belum pernah mendapat jawaban.Beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan adalah seperti di bawah inidan semoga bapak berkenan memberi jawaban.
- Bila saya ingin membangun rumah sendiri, pajak apa saja yang harus dibayar? Bagaimana kriteria dan perhitungannya? Dibayar sekaligus setelah selesai bangunan atau bertahap seiring dengan pembangunan? Kapan harus mulai dibayar? Pada saat membeli bahan material, setahu saya sudah ada ppn-nya, walau sering dalam kuitansi tidak dicantumkan. Dengan demikian bukankah terjadi pembayaran PPn dua kali bila harus membayar lagi? Untuk mendaftarkan agar di PBB juga muncul pajak bangunan, syarat apa saja, bagaimana caranya dan kapan?
- Investasi saham. Bila berinvestasi di saham dan mendapat keuntungan, apa perlu memasukan keuntungan ini sebagai pendapatan dalam perhitungan pph?Bila ya, pajak apakah yang kita bayar sebesar 0,1% setiap melakukan transaksi jual? Bila mengalami kerugian, apakah kerugian ini bisa dimasukkan sebagai pengurangan dari pendapatan dalam perhitungan PPh?
- Investasi deposito. Bunga yang dihasilkan apakah perlu dimasukkan sebagai pendapatan dalam perhitungan PPh? Bila ya, pajak apakah yang bank potong sebesar 20% dari bunga?
- SPT. PPh saya dibayar oleh perusahaan dan setiap tahun saya diberi fotokopi berstempel perusahaan, karena saya mempunyai NPWP sendiri, apa yang harus dilakukan agar pajak yang disetor perusahaan ke NPWP perusahaan juga ter-record di NPWP saya?
Terima kasih sebelumnya saya ucapkan atas penjelasan atas pertanyaansaya diatas.
Harsen Kiyo, hen@detik.comJawab:Saudara Harsen, mohon maaf kami merasa belum pernah menerima pertanyaan sebelum ini.Berikut adalah jawaban dari pertanyaan Saudara:
- Untuk Kegiatan Membangun Sendiri. Pajak yang harus dibayar adalah PPN atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-554/KMK.04/2000 tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha Atau Pekerjaan Oleh Orang Pribadi Atau Badan Yang Hasilnya Digunakan Sendiri Atau Digunakan Oleh Pihak Lain, sebagaimana telah diubah dengan Kep. Menkeu No. 320/KMK.03/2002 Jo Kep. Dirjen Pajak No. KEP-387/PJ./2002 tentang Pengenaan PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha Atau Pekerjaan Oleh Orang Pribadi Atau Pihak Lain. Kriterianya dan cara perhitungannya dapat Saudara pelajari lebih lanjut dalam Surat Edaran No. SE-45/PJ./2002 dibayarkan bertahap seiring dengan pembangunannya.Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, PPN terutang atas kegiatan pembangun sendiri harus dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya sejak bulan terjadinya pengeluaran dalam rangka pembangunan rumah tersebut. Sesuai dengan uraian Saudara, sepertinya memang demikian (ada 2x pembayaran PPN), hal ini terjadi karena Kep. Menkeu (KMK) tersebut diatas sesungguhnya telah menyimpang dari prinsip dasar pengenaan PPN yang merupakan pajak tidak langsung. Walaupun secara yuridis formal merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 16 C UU PPN dengan mekanisme yang diatur dalam KMK tersebut, PPN atas kegiatan membangun sendiri sudah berubah sifatnya dari pajak tidak langsung menjadi pajak langsung.Setelah selesai membangun, Saudara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) lokasi yang wilayahnya membawahi tempat tanah dan bangunan Saudara tersebut berada. Kemudian Saudara menunggu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang akan diterbitkan oleh KP PBB setempat yang biasanya akan disampaikan kepada Saudara melalui kantor kelurahan pada triwulan pertama setiap tahun takwin, dan harus Saudara lunasi paling lambat 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak (Cfm. Pasal 11 ayat (1) UU Pajak Bumi Dan Bangunan).
- Investasi Saham
. Bila Saudara berinvestasi atau bertransaksi atas saham yang diperjualbelikan di bursa efek maka sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1994 tentang PPh Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 14 Tahun 1997, atas transaksi penjualan saham dibursa efek tersebut akan terutang PPh yang bersifat final sebesar 0.1% dari nilai bruto penjualan saham. Dan karena bersifat final maka tidak perlu digabungkan dalam penghitungan PPh terutang di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, baik pada waktu medapat keuntungan maupun mengalami kerugian.- Investasi Deposito. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 131 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang PPh Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, pihak bank akan memotong PPh yang bersifat Final sebesar 20% dari jumlah bruto yang dibayarkan (atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI).Karena pengenaannya telah bersifat final maka pada waktu menghitung PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh Saudara, penerimaan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tersebut tidak perlu digabungkan sebagai objek pajak yang akan dihitung PPh terutangnya berdasarkan tarif progresif Pasal 17 UU PPh.Kalau Saudara bekerja di satu perusahaan dan telah di potong PPh Pasal 21 oleh perusahaan, maka Saudara berhak untuk mendapatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721-A1) dari peusahaan. Dengan demikian, Saudara bisa mengkreditkan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan sebagai kredit pajak dalam pelaporan SPT Tahunan Saudara dengan melampirkan Form 1721-A1 tersebut.
Demikian jawaban kami.
(Prijohandojo/)