Kebutuhan Primer Versi Saat Ini

Kebutuhan Primer Versi Saat Ini

Muhammad Kharisma - detikFinance
Selasa, 13 Des 2016 07:34 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Masih ingat saat sekolah dulu kita diajarkan untuk membagi kebutuhan berdasarkan primer, sekunder, dan tersier? Pelajaran tersebut pada dasarnya memang mengajarkan kita agar dapat membedakan mana yang merupakan suatu kebutuhan dan mana yang hanya sebatas keinginan (gengsi). Apabila dilihat dari skala prioritas pun, sebenarnya pelajaran tersebut dimaksudkan agar idealnya kita harus dapat memenuhi kebutuhan primer terlebih dahulu sebelum memikirkan kebutuhan yang selanjutnya.

Tidak mengherankan apabila kemudian muncul pertanyaan, apabila dikaitkan dalam kehidupan saat ini, sudah dapatkah kita menganalisa ke mana larinya penghasilan yang didapat secara rutin? Apakah benar untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat primer atau malah lompat dengan lebih sering memenuhi kebutuhan yang bersifat sekunder bahkan tersier dengan mengabaikan kebutuhan yang bersifat primer?

Ujung dari pertanyaan tersebut biasanya berkaitan dengan istilah biaya hidup vs gaya hidup. Seperti namanya, biaya hidup berarti adalah sesuatu yang benar-benar kita butuhkan untuk dapat melangsungkan hidup. Pokoknya, apabila kita tidak dapat memenuhi kebutuhan ini, maka kita tidak akan dapat hidup apalagi beraktivitas. Bagaimana dengan gaya hidup? Berarti sebaliknya, tanpa memenuhinya pun sebenarnya kita tetap dapat hidup, gengsi lah yang membuat kita seolah-olah tidak dapat hidup tanpa adanya gaya (lifestyle).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kembali kepada beberapa jenis kebutuhan manusia, mengingat masih banyak yang beranggapan "untuk memenuhi kebutuhan primer saja sudah sulit, apalagi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih dari itu", maka mari kita coba telusuri kembali kebutuhan primer apa yang sering menggerogoti penghasilan kita saat ini sehingga seolah-olah menjadi sulit untuk mencapai kepuasan dan menjadi penghalang untuk dapat memenuhi kebutuhan yang sekunder maupun tersier.

Kebutuhan Untuk Makan
Makan sudah tentu adalah kebutuhan dasar manusia untuk dapat beraktivitas dan menghasilkan produktivitas. Lalu, makanan seperti apa yang dapat menunjang kebutuhan dasar manusia ini? Saya rasa semua sepakat, mengkonsumsi secara seimbang makanan yang bergizi dengan mengandung serat, karbohidrat, protein, serta dilengkapi asupan kalsium serta vitamin lah yang memang benar-benar dibutuhkan.

Lalu apakah jenis makan tersebut hanya ada di pusat perbelanjaan atau restoran mewah? Jawabannya tentu saja tidak. Dari rumah pun kita dapat menciptakan makanan yang dapat memenuhi semua unsur kebutuhan makanan yang telah disebutkan tadi. Itu kenapa, pemilihan jenis dan tempat makan akan sangat membedakan antara kebutuhan yang benar-benar mendasar atau dibuat seolah-olah mendasar.

Pakaian Sebagai Penunjang Aktivitas
Pakaian yang layak adalah kebutuhan dasar semua orang. Bagi para pekerja, memiliki pakaian yang layak dan rapi tentu merupakan suatu keharusan. Itu kenapa, dalam perencanaan keuangan, memiliki bujet untuk memenuhi kebutuhan jenis ini menjadi hal yang juga sangat penting. Tinggal kemampuan masing-masing oranglah yang menentukan sukses tidaknya dalam mengalokasikan penghasilannya untuk pengeluaran ini.

Yang sering saya temukan, masih banyak orang yang tidak dapat mengontrol penghasilannya untuk tujuan ini. Dengan alasan kantor bersebelahan dengan pusat perbelanjaan, sampai dengan adanya diskon (midnight sale), membuat mereka malah memiliki hobi baru, yaitu menumpuk pakaian di rumah. Ingat, yang berlebihan tidaklah baik, itu kenapa pastikan kita memiliki bujet yang sesuai dengan penghasilan untuk membeli pakaian, sehingga tidak semata membeli berdasarkan merek.

Tempat Tinggal
Kebutuhan jenis ini berpotensi menjadi perdebatan yang panjang, apakah definisinya harus memiliki atas nama sendiri atau yang penting sebatas ada tempat untuk ditinggali. Pada intinya, setiap orang yang telah mandiri (bekerja dan memiliki penghasilan) sudah sewajarnya dapat menetapkan tujuan untuk memiliki tempat tinggal atau properti sendiri.

Dalam proses kepemilikan rumah tinggal tersebut, saya pun tidak pernah mempermasalahkan apakah saat ini kondisinya masih tinggal bersama orang tua, ngekos, mengontrak/menyewa, atau mungkin menumpang rumah kerabat atau saudara yang kebetulan berlokasi sama dengan tempat bekerja saat ini. Selama tujuan untuk memiliki tempat tinggal sendiri masih menjadi prioritas, maka pengeluaran pun akan dapat dialokasikan sebagian untuk tujuan kepemilikan tempat tinggal, apakah itu dalam bentuk rumah susun sederhana, apartemen, atau pun rumah tinggal pada umumnya.

Dengan dapat membedakan kebutuhan mendasar yang memang benar-benar perlu kita penuhi, maka mudah-mudahan kita bisa menjadi lebih teliti dan hati-hati dalam mengalokasikan pengeluaran, sehingga tidak lagi terjebak pada asumsi negatif tentang beratnya untuk memenuhi kebutuhan primer tersebut.

Ketika masih banyak orang mengeluh tentang minimnya pendapatan, tidak mampunya berbagi kepada sesama, serta sulitnya berinvestasi apalagi melipatgandakan aset yang ada, maka jika mau jujur, yang sebenarnya menjadi permasalahan adalah bukan semata dari sisi penghasilannya, melainkan kebiasaan dalam menghabiskan pengeluarannya lah yang menjadi penentu. Seperti pernah dikatakan Charless Jaffe; "It's not your salary that makes you rich, it's your spending habits." (wdl/wdl)

Hide Ads