Di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi fase I, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mengizinkan mal-mal beroperasi kembali. Menurut data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD DKI Jakarta, sebanyak 80 mal di Ibu Kota telah beroperasi lagi.
Menyambut pembukaan kembali, menurut keterangan dari Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), para pengusaha telah menyiapkan sederet promosi menggiurkan untuk menarik pengunjung.
Lantas, dengan pembukaan kembali mal di periode new normal ini, sudah tepatkah untuk masyarakat belanja?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho, terdapat dua jawaban yang berbeda untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Jadi kita membedakan dua kelompok dulu. Karena kalau menurut saya bisa atau tidaknya tergantung pada kondisi keuangan masing-masing," kata Andy kepada detikcom, Senin (15/6/2020).
Ia mengatakan, ada dua kelompok yang berada dalam kondisi yang berbeda di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) ini. Pertama, kelompok yang tak terganggu perekonomiannya selama pandemi Corona. Kedua ialah kelompok yang terganggu keuangannya yang disebabkan oleh berbagai persoalan.
"Di masa pndemi ada orang-orang yang memang kurang beruntung. Ada yg kena PHK, dirumahkan, ada yang penghasilannya berkurang. Sementara di sisi lain ada teman-teman yang mungkin beruntung sehingga penghasilannya nggak terganggu di masa pandemi. Mungkin jarak antara pengeluaran dengan penghasilan, lebih besar penghasilan," terang Andy.
Bagi kelompok yang beruntung, menurut Andy tentunya sudah bisa belanja konsumtif seperti produk-produk hiburan, atau fesyen, dan sebagainya yang memang bukan kebutuhan pokok. Namun, menurut Andy kelompok ini harus memenuhi kebutuhan tambahan yang di tengah pandemi ini jadi prioritas.
"Tapi mesti diingat di masa new normal ini berarti tetap ada beberapa hal yang jadi kebutuhan tambahan buat kita contohnya masker, hand sanitizer, suplemen itu kan menjadi hal-hal tambahan yang mau nggak mau sekarang harus dipenuhi," jelas Andy.
Jika kebutuhan tambahan itu sudah dipenuhi, menurut Andy kelompok tersebut memiliki kekuatan finansial untuk belanja konsumtif.
"Tapi kalau pun uangnya nggak masalah meski ada kebutuhan tambahan ya nggak masalah kalau sedikit konsumtif. Karena memang pada kenyataannya ada orang yang sangat beruntung seperti itu," imbuh dia.
Sementara, bagi kelompok yang keuangannya terganggu karena pandemi, menurut Andy harus menahan belanja. Andy mengatakan, kelompok ini harus memenuhi kebutuhan tambahan selama pandemi yang lebih prioritas dibandingkan belanja konsumtif.
"Kadang kita berpikiran belanja itu jadi salah satu bentuk pelampiasan, jadi lebih happy. Tapi jangan sampai setelah belanja pusing lagi bayar cicilan, atau karena belanja baju yang sebenarnya nggak kita butuhkan jadi nggak bisa beli masker, hand sanitizer, atau kuota internet. Jadi kalau teman-teman yang kurang beruntung apakah sudah bisa konsumtif? Saran saya ditahan dan dihitung dulu saja keuangannya," pungkasnya.
(ara/ara)