Derasnya arus informasi di media sosial kerap membuat masyarakat hidup lebih konsumtif. Di sisi lain, pengeluaran haruslah sesuai dengan pendapatan.
Akan tetapi, kenyataan tidak demikian adanya pada generasi Z (gen Z). Selain dianggap lebih konsumtif, generasi yang lahir di tahun 1996 hingga 2016 ini juga dihadapkan pada kenyataan biaya hidup yang semakin mahal di tengah meroketnya inflasi.
Perencana keuangan, Safir Senduk, membeberkan kiat-kiat berpendapatan kecil, tetapi masih bisa bersenang-senang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Safir mengatakan, kesalahan terbesar masyarakat bergaji kecil adalah membeli barang. Terutama, membeli barang secara impulsif dan berlebihan.
Bagi Anda yang berpendapatan rendah, disarankan agar tidak terlena dengan barang-barang yang nirlaba pada kemudian hari. Ia justru menekankan agar masyarakat lebih memilih mengeluarkan uang untuk pengalaman.
"Ketahuilah itu lebih bisa dikenang dibanding barang. Sudah gitu, barang itu nilainya menyusut. Kita pergi ke Vietnam memang nggak jadi barang juga, tapi experience bisa dikenang. Kita jadi punya pengalaman baru," katanya dalam podcast Tolak Miskin episode 'Tren Rela Gaji Kecil Asal Sehat Mental a la Gen Z".
Kesalahan kedua, menurut Safir Senduk, adalah gaya hidup yang berlebihan. Dalam konteks ini, gaya hidup berlebihan merupakan pengeluaran yang tidak menyesuaikan pendapatan karena terlena dengan status sosial.
Ia menyarankan agar anak muda, terutama yang pendapatannya masih rendah, agar lebih banyak mencicipi tempat makan yang otentik. Safir tidak merekomendasikan restoran atau kafe yang semata-mata nyaman dan cantik, tetapi rasa menu makanannya tidak nikmat.
"Saya juga ngopi, tapi kadang-kadang yang dilakukan adalah gen z itu datang ke sebuah tempat, dia berpikir bahwa tempat makannya itu enak hanya gara-gara tempatnya enak. Dia pikir, rasa makanannya juga enak hanya gara-gara tempatnya bagus, instagrammable," tekannya.
Saran ini senada dengan saran sebelumnya, yaitu agar para anak muda mengutamakan pengalaman dibandingkan gengsi belaka. Murah dan enak menjadi acuan utama bagi anak muda berpendapatan kecil agar bisa menikmati hidup tanpa harus menguras kantong.
"Sudah saatnya para gen z itu nyari tempat-tempat makan yang lebih otentik. Tempatnya nggak pake AC nggak apa-apa, tapi rasanya lebih otentik. Dia lebih murah," jelasnya.
Pertimbangkan lokasi kerja
Lokasi tempat kerja dianggap Safir sama pentingnya dengan jumlah pendapatan. Menurutnya, lokasi kerja memengaruhi jumlah pengeluaran harian. Sebab, harga makanan di sekitarnya dapat turut serta menguras kantong lantaran pendapatan masih rendah.
"Kamu kerja di Sudirman sama kamu yang kerja di BSD itu beda. Kerja di Sudirman, dia lihat gedung-gedung tinggi makanan otentik jarang, yang banyak makanan mal. Segala macam harganya lebih mahal," jelasnya.
Ia menyarankan agar menyesuaikan besaran gaji dengan di mana perusahaan itu berdiri. Hal ini demi menyelamatkan finansial sehingga perilaku tidak impulsif maupun konsumtif.
"Jadi, intinya kalau kita punya gaji UMR ya mungkin lihat-lihat juga tempat di mana kita bekerja karena repot juga gaji UMR kita kerja di Sudirman," tekannya.
Pada dasarnya, Safir terus menekankan agar masyarakat dengan pendapatan rendah lebih mengutamakan pengalaman dan menekan gaya hidup berlebih. Menurutnya, pendapatan rendah bukan berarti tidak dapat menikmati hidup, tetapi justru harus lebih pandai menyiasati pilihan agar pendapatan tidak terbuang sia-sia.
Informasi lengkap seputar topik ini bisa didengarkan lewat podcast Tolak Miskin dengan mengklik widget di bawah ini.
(eds/eds)