Menjadi pasangan suami-istri umumnya punya kesepakatan dalam mengelola keuangan. Kesepakatan mengelola keuangan rumah tangga tentu berbeda tiap keluarga. Namun, patutkah suami memberikan seluruh gajinya kepada istri?
Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, menegaskan posisi suami sebagai kepala keluarga wajib memenuhi kebutuhan finansial keluarganya. Tentunya, mulai dari sandang, pangan, dan papan bagi istri dan anak-anaknya.
"Apakah wajib memberikan keseluruhan gajinya? Ini menurut saya proporsional. Harus kita sesuaikan dengan kebutuhan dari keluarganya. Kita sudah mengidentifikasi kewajiban dari suami, dia harus memampukan dirinya untuk memberikan nafkah," ujar Mike saat dihubungi detikcom.
Mike bilang, soal suami memberikan keseluruhan gajinya kepada istri itu bersifat teknis. Semua tentu bergantung pada kemampuan dan kapasitas gaji suami untuk memenuhi kebutuhan utama. Di sisi lain, istri juga harus memberikan gambaran total kebutuhan sambil memerhitungkan kebutuhan keuangan si suami.
"Di sini berarti juga harus memperhitungkan bahwa suami juga memiliki kebutuhan keuangan pribadi. (Misal) untuk transportasi ke kantor, komunikasi pribadi, hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dia," terang Mike.
Bahkan, Mike bilang tidak hanya soal alokasi uang untuk kebutuhan penunjang pekerjaan suami, melainkan juga untuk kebutuhan pribadinya. Menjadi hal yang penting agar suami tetap punya porsi dari gajinya untuk dapat menikmati hobinya.
"Kebutuhannya juga bukan hanya pekerjaan suami, tapi juga kebutuhan pribadi. Seperti hobinya dia, untuk entertainment-nya dia.Give some personal space untuk suaminya, dan itu dialokasikan secara finansial dari gaji suami," beber Mike.
"Kalau soal jumlah, ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Yang penting, antara suami-istri sudah sepakat bahwa kewajiban memberikan nafkah itu ada pada suami. Tinggal masalah teknisnya bisa disesuaikan," tambah Mike.
Tidak cuma itu, Mike membagikan pandangannya soal tabungan antara suami dan istri. Menjadi pasangan suami-istri ternyata perlu selalu punya transparansi, salah satunya soal finansial. Bisa jadi, baik suami atau istri timbul rasa curiga atau bahkan marah kalau tahu pasangannya punya tabungan tanpa sepengetahuannya. Istilah ini bisa disebut sebagai perselingkuhan finansial.
Survei dari Bankrate menunjukkan, sebesar 40% pasangan menikah di Amerika Serikat (AS) telah melakukan selingkuh secara finansial terhadap pasangan mereka. Menghabiskan terlalu banyak uang menjadi salah satu alasan perselingkuhan finansial ini.
Soal ini, Mike tidak menyarankan pasangan suami-istri memiliki tabungan rahasia satu sama lainnya. Alasan di balik dari timbulnya keinginan merahasiakan tabungan, bisa jadi kata Mike karena sifat pasangan yang agak 'berbahaya'.
"Mungkin ada sifat dari pasangan yang menurut suami atau istri itu agak berbahaya, mungkin boros. Tapi merahasiakan itu ada tantangannya juga, ada negatifnya juga. Nah, kalau ada tabungan yang dirahasiakan sementara ada kebutuhan rumah tangga, itu jadi tidak bisa diakses. Apalagi kalau terjadi meninggal dunia," ujar Mike.
Untuk menghindari merahasiakan tabungan karena alasan pasangan yang boros, Mike menyarankan tabungan investasi harus dilakukan atas nama suami-istri. Hal ini supaya arus keluar-masuknya uang bisa diketahui, dan dilakukan atas persetujuan satu sama lain.
"Sehingga suami atau istri yang boros atau punya sifat yang suka ambil (uang) sendiri, itu tidak bisa akses tanpa tanda tangan istrinya atau suaminya. Itu baru menomorsatukan keamanan dari pasangan sendiri," terang Mike.
(fdl/fdl)