"Skema FLPP (rumah tapak) hari ini emang itu angkanya (Rp 148,5 juta). Jadi angkanya jauh, mereka (rumah tapak di Rorotan) di Rp 350 jutaan. Kita masih cari skema apa yang bisa disandingkan. Kalau pakai skema FLPP, kelihatannya belum ada ruang untuk mensinkronkan itu," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (1/3/2018).
Menurut Sandiaga, Pemprov DKI akan mencari cara agar rumah tapak bisa selaras dengan program rumah DP Rp 0. Rencananya, Sandi besok, Jumat (2/3/2018) akan bertemu dengan pihak PT Nusa Kirana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk swasta murni ini kan baru yang pertama, sebelumnya swasta BUMD lebih fleksibel. Swasta murni tidak sefleksibel milik Pemprov DKI, tapi kita harus mencari satu format. Kasih waktu kami 1-2 minggu bagaimana untuk mencari," lanjut Sandi.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman DKI Agustino Darmawan sebelumnya mengatakan rumah tapak yang dibangun PT Nusa Kirana di Rorotan bukan program Pemprov DKI. Rumah tersebut dibangun untuk membantu Pemda DKI menyediakan rumah murah.
"Tapi kalau lihat rencana pengembangannya itu termasuk rumah murah juga, tapi nggak masuk skema FLPP. Bukan (program rumah DP Rp 0 milik pemprov). Tapi dia (PT Nusa Kirana) membantu pemprov. Digarisbawahi, dia membantu pemprov untuk rumah murah," kata Agustino kepada wartawan, Rabu (28/2/2018). (zak/hns)